Jujur dari kondisi saat ini, kita kehilangan sosok panutan. Bila bersandar pada kamus kehidupan yaitu firman-firman Allah yang terkandung dalam Al Qur’an dan hadis Rasulullah, tentulah kita bisa mengambil hikmah, muhasabah, bercermin dari, bahwa saatnya bertekad dengan niat, disertai tindakan, dan wujud kepedulian terhadap umat.
Semestinya peringatan sang Khaliq tentang keteladanan keluarga Lukman mendahulukan kepentingan Allah SWT daripada kepentingan yang lain.
Karena butiran hikmah itu akan terurai dari proses panjang adanya pengorbanan, ikhtiar, berjuang dan kepedulian. Setidaknya, QS
Luqman Ayat 12 yang berbunyi:
وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
“Sungguh, Kami benar-benar telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Siapa yang kufur (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”
Secara keseluruhan, surat ini menjelaskan mengenai betapa dzalimnya perbuatan mempersekutukan Allah SWT. Sebagai umat muslim yang beriman, seharusnya kita tunduk dan berserah diri kepada Allah SWT. Itulah yang dinamakan bersyukur.
Syukur bukan sekedar berucap secara lisan: Alhamdulillah, tapi bentuk sinkronisasi ucapan, tindakan, perbuatan dan memiliki daya dobrak memberikan impact adanya nikmat kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu terbebas dari rasa takut dan kelaparan.
Faktanya, penguasa yaitu pemerintah pusat masih berebut kue rejeki kepentingan dengan pemerintah daerah, yaitu terkait kewenangan zona 0-12 mil. Bagaimana bisa menjaga kedaulatan, kalau masih berebut “tulang” hak anak cucu.
Bila negara Indonesia benar-benar ingin menjadi poros maritim dunia sepatutnya memahami
budaya maritim, sumber daya maritim, infrastruktur dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim. Kalau penguasa sibuk memperkaya diri sendiri, maka hancurlah kedaulatan negara ini. Wallahu a’lam bish-showab. (*)