Setelah itu Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Saw. secara bertahap sesuai dengan kejadian-kejadiannya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan bukan hanya oleh seorang perawi saja, dari Ibnu Abbas. Seperti yang diriwayatkan oleh Israil, dari As-Saddi, dari Muhammad ibnu Abul Mujalid, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas.
Disebutkan bahwa Atiyyah ibnul Aswad pernah berkata kepada Ibnu Abbas bahwa di dalam hatinya terdapat keraguan mengenai firman-Nya: Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. (Al-Baqarah: 185); Firman-Nya: Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. (Ad-Dukhan: 3); Serta firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam penuh kemuliaan. (Al-Qadar. 1) Sedangkan Al-Qur’an ada yang diturunkan pada bulan Syawal, ada yang dalam bulan Zul-Qa’dah, ada yang dalam bulan Zul-Hijjah, ada yang dalam bulan Muharram, ada yang dalam bulan Safar, ada pula yang diturunkan dalam bulan Rabi’. Maka Ibnu Abbas menjawab, “Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dalam bulan Ramadan, yaitu dalam malam yang penuh dengan kemuliaan (Lailatul Qadar), dan dalam malam yang penuh dengan keberkahan secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi sesuai dengan kejadian-kejadiannya secara berangsur-angsur dalam bulan dan hari yang berbeda-beda.”
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih.
Sedangkan di dalam riwayat Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, “Al-Qur’an diturunkan pada pertengahan bulan Ramadan ke langit dunia dari tempat asalnya, yaitu Baitul ‘Izzah. Kemudian diturunkan kepada Rasulullah Saw. selama dua puluh tahun untuk menjawab perkataan manusia.”
Di dalam riwayat Ikrimah, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadan (yaitu di malam Lailatul Qadar) ke langit dunia secara sekaligus.
Kemudian Allah SWT. berfirman kepada Nabi-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya, dan tidak sekali-kali orang-orang musyrik mendatangkan suatu perumpamaan untuk mendebat Nabi SAW. melainkan Allah SWT. mendatangkan jawabannya. Yang demikian itulah pengertian firman-Nya:
Menurut pendapat beberapa ulama isi kandungan Al-Qur’an itu antara lain :
Petunjuk mengenai aqidah, yang mewajibkan beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, dan Hari Kiamat, serta Qadha dan Qadar. Hal ini merupakan garis pembeda antara Iman dan Kafir.
Petunjuk mengenai syari’ah, yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan individual maupun kehidupan sosial.
Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau, seperti riwayat dan cerita para pendusta ajaran Allah seperti Fir’aun, Namrud, Qorun dan sebagainya.
Selain itu, juga menjadi rujukan
berita-berita tentang zaman yang akan datang. Tentang ini akan dikaji kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat.
Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
Hukum yang berlaku bagi alam semesta. Dalam butir satu dan tujuh dimuka, sudah disebutkan sifat sunnatullah yang berlaku di alam semesta, antara lain (1) pasti, (2) tetap, dan (3) objektif.
Berbagai penjelasan tentang Al-Qur’an dan jalan manusia (orang-orang yang beriman) menuju ketakwaan dengan berbagai ibadah wajib dan sunnah. Tinggal memilih membiarkan tidak beribadah (memenuhi pusat perbelanjaan atau mall untuk berbelanja dan meninggalkan masjid juga mushola) atau seperti kitab suci Al-Qur’an justru meninggalkan duniawi konsentrasi fokus ibadah.
Mengingatkan sebagai hamba beriman dan berharap peningkatan ketakwaan serta selalu bersyukur; wajib membedakan dalam ibadah lebih khusyu’ dalam sujud, memberikan petunjuk khusus dalam ibadah dengan fokus mengabdi secara totalitas, mengagungkan Allah SWT dengan tawakkal, serta bersyukur dalam bentuk mampu ikhlas membagi kepada yang membutuhkan. (*)