Opini  

MENALAR HARGA KORUPSI DAN KEMISKINAN

MENALAR HARGA KORUPSI DAN KEMISKINAN
Muchamad Taufiq

Oleh : Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H., CLMA

Korupsi di Indonesia seakan membudaya. Masyarakat Indonesia tercengang atas debat Mahfud, MD (Menkopolhukam) dengan Komisi III DPR terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun.

Korupsi semakin nyata menjadi penghambat pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Menjadi sebuah ironi diusia ke-77 tahun kemerdekaan Republik Indonesia ternyata kita masih bermasalah dengan etika Pancasila.

Pancasila yang pada awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya negara Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang digunakan sebagai sistem etika yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubungan berbangsa dan bernegara, termasuk korupsi.

Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dengan dampak buruk yang luar biasa pula. Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral.

Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari lembaga negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Notabene badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini.

Menarik jika kita berbicara tentang moral. Moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi.

Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.

Aspek perilaku individu merupakan faktor pendorong korupsi yang disebabkan oleh sifat tamak manusia, gaya hidup konsumtif dan moral yang kurang kuat. Moralitas (individu, sosial dan mondial) memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.

Bagaimana jika korupsi ditinjau dari aspek sosiologi? “Sosiologi merupakan studi sistematik tentang interaksi sosial manusia. Penekanannya pada hubungan-hubungan dan pola interaksi, yaitu bagaimana mereka dipertahankan, dan juga bagaimana mereka berubah” (Brinkerhoft & White,1989:4).

Penjelasan kultural praktik korupsi di Indonesia dihubungkan dengan bukti-bukti habits kuno orang jawa (Fiona Robertson-Snape,1999). Bila dirunut prilaku korup pada dasarnya merupakan sebuah fenomena sosiologis yang memiliki implikasi ekonomi dan politik. Sementara orang mengganggap bahwa hal strategis dalam hidup adalah harta, tahta dan wanita.
Menarik membahas keluarga dalam lingkaran korupsi.