Opini  

Kenapa Advokat Terkesan Banyak dari Suku Batak  (Bagian 3, terakhir)

Kenapa Advokat Terkesan Banyak dari Suku Batak  (Bagian 3, terakhir)
Ruang musyawarah adat Suku Batak yang menyerupai ruang sidang pemgadilan. Bangku atau tempat duduk terdakwa yang lebih kecil. Sebaliknya bangku buat Sang Radja lebih besar. Batu tempat terdakwa yang bersalah dan dihukum mati lewat cara penggal kepala.

Oleh Wina Armada Sukardi (Advokat dan Pakar Hukum Pers)

F. Tata Ruang Kerajaan
Dari penelusuran antropologis, di semua kerajaan Suku Batak, Radja mempunyai otoritas tertinggi dalam mengambil semua keputusan. Meski demikian Radja dalam mengambil keputusan tetap harus setidaknya lebih dahulu mendengarkan hasil musyawarah yang ada. Sebagian proses musyawarah ini dalam prakteknya ternyata sudah seperti sebuah proses peradilan. Dalam proses musyawarah atau proses yang mirip peradilan, inilah dalam suku Batak mulai muncul peran semacam profesi advokat. Pada prosesi ini para advokat sudah mulai dilibatkan.

Adanya mekanisme ini membuat di banyak kerajaan suku Batak mempunyai pola ruangan yang sama. Pertama-pertama, rumah Radja di sisi kiri merupakan yang paling besar. Ke kanannya rumah-rumah kerabat. Di bawah rumah-rumah kerabat inilah terdapat kolong untuk memelihara binatang. Selain itu ruang kolong rumah sekaligus dipakai untuk menempatkan para napi yang bakal “diadili” melalui proses peradilan atau musyawarah.

G. Susunan Ruang Peradilan
Di depan rumah salah satu kerabat terdapat semacam ruang pengadilan terbuka. Di ruangan inilah terjadi musyawarah terhadap orang telah dituduh melakukan kejahatan.

Dalam area ruang terbuka itu, susunannya mirip dalam ruang pengadilan modern. Hanya saja jaman dahulu bangku-bangkunya tersebut masih terbuat dari batu. Sampai sekarang beberapa peninggalan ruang dan batu-batu tempat musyawarah atau pengadilan masih dapat ditemukan di beberapa sisa kerajaan di suku Batak.

Ruangan “musyawarah” atau pengadilan dibuat dalam bentuk arena berbentuk semi oval
Di bagian paling depan terdapat bangku yang paling besar, itulah bangku untuk Sang Radja. Setelah itu di sisi kanan, ada bangku agak panjang. Itulah bangku untuk para anggota keluarga kerajaan. Di sebelah kiri terdapat bangku-bangku untuk para pemangku spritual, seperti dukun dan sebagainya.

Di tengah terdapat kursi kecil. Inilah kursi untuk orang yang dianggap melakukan kejahatan. Di tempat itulah mereka “diadili”
Nah di sebelah kiri para terdakwa tersebut terpada tempat duduk untuk “para pembela” yang mirip dengan peran advokat seperti sekarang.

Para advokat inilah yang harus bermusyawarah mewakil para terdakwa. Biasanya para “advokat” ini masih kerabat dari terdakwa. Demikian pula para pendakwa atau pihak yang dirugikan kebanyakan masih terbilang kerabat juga. Disinilah para “advokat” tersebut diuji kepiawaiannya bernegosiasi dengan berbagai kerabatnya.

H. Jenis Kejahatan
Dari berbagai penelusuran antropologis, kerajaan-kerajaan di suku Batak sudah memiliki katagorikal kejahatan. Jika dikelompokan, rata-rata terdapat tiga jenis kejahatan, dengan berbagai variannya. Kejahatan pertama, yang paling ringan, biasanya mencuri, penggelapan dan sejenisnya. Untuk kejahatan ini hukumannya dapat dikompensasi ganti dan berbagai aturan dengan filosofi keseimbangan adat. Misal jika mencuri satu kerbau harus mengganti dengan empat kerbau dan berbagai upacara adat. Jika tidak mampu mengganti sesuai dengan persyaratan adat, pelakunya harus menjalankann hukuman.

Pada tingkat kedua, kejahatan yang lebih berat, seperti pembunuhan. Selain pelaku harus menjalankan hukuman yang lebih berat, tergantung pula kepada sikap keluarga korban. Apakah mau memaafkan atau tidak. Demikian pula mungkin ada hal-hal yang dapat dimaafkan tidak.

Lantaran berhadap an dengan sesama kerabat yang punya hak untuk memberikan keringanan hak-hak tertentu, para “advokat” ini dituntut memiliki keluwesan dan penguasaan terhadap aturan-aturan yang ada.