Tak hanya masalah kertas koran, diskusi pun bergeser ke materi yang lain, terkhusus bagi kami masyarakat Kota Medan. Mulai dari renovasi Stadion Teladan, revitalisasi kawasan kota lama Kesawan hingga ide tol dalam kota yang dibangun diatas sungai.
Renovasi total Stadion Teladan yang menjadi kebanggaan masyarakat Medan sepertinya sudah sangat mendesak, apalagi stadion yang selesai dibangun tahun 1953 menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-3 dianggap sudah tidak layak untuk pertandingan internasional.
“Pak Presiden, Stadion Teladan kami perlulah direnovasi. Usianya sudah 70 tahun dan sudah sangat tidak layak untuk pertandingan internasional, apalagi Sumut akan menjadi tuan rumah PON 2024. Mohonlah menjadi perhatian. Kami ingin juga stadion itu jadi ikon Kota Medan,” kataku gamblang.
Presiden langsung reaktif menjawab. “Walikota….,” katanya memanggil Bobby Nasution yang duduk bersisian meja dengan Presiden. Dihadapan kami, Presiden langsung meminta Walikota Medan yang notabene menantunya untuk menanggapi masalah Stadion Teladan.
“Sudah disiapkan master plannya Pak, dan segera akan dilaksanakan renovasinya,” kata Walikota Medan. “Iya, sudah ya. Stadion Teladan akan direnovasi dan diperluas. Jugak tentang revitalisasi kawasan Kesawan, saya sudah dapat laporan dan akan lebih bagus,” kata Presiden.
Khusus kawasan Kesawan Medan, kami memuji langkah Walikota Medan yang sedang melakukan revitalisasi dan akan mengembalikan fungsinya sebagai heritage kota Medan. Apalagi kawasan Kesawan yang berada dipusat kota masih banyak berdiri bangunan peninggalan kolonial Belanda dan harus dipertahankan keberadaannya.
Pemko Medan sendiri saat ini sedang melakukan penataan kawasan, termasuk pengembalian fungsi Lapangan Merdeka yang dulunya bernama de Esplanade menjadi bagian dari titik nol Kota Medan.
“Kami berharap kawasan Kesawan bisa seperti kawasan Malioboro di Jogjakarta dan kawasan Braga di Bandung, Pak. Ini memang sedang dikerjakan, mudah-mudahan segera selesai,” kataku. “Ya, saya sudah dapat laporan, mudah-mudahan segera teralisasi. Sudah dilihatkan,” kata Presiden.
Sebelumnya yang tak kalah menarik, kulontarkan pertanyaan tentang pembangunan tol dalam kota yang dibangun diatas sungai guna mengurai kemacetan di Medan. Dalam pemikiran spontanku tersampaikan bahwa jumlah kendaraan di Kota Medan tidak seimbang dengan jumlah ruas jalan yang tersedia. Tol dalam kota diatas sungai ini dalam benakku akan terintegrasi dengan jaringan jalan sekunder yang membedah seluruh Kota Medan.
Gubsu Edy Rahmayadi sendiri sebenarnya sudah menggagas pembangunan tol dalam kota diatas sungai tahun 2019 yang melintasi kawasan Helvetia – Titi Kuning, Titi Kuning -Pulobrayan dan Titi Kuning – Amplas sepanjang kurang lebih 30 km. Informasinya pencanangan pembanguan akan dilakukan tahun 2020 dan sudah mendapat persetujuan dari Menteri PUPR dengan total biaya investasi Rp. 7 triliun. Namun rencana pembangunan tol dalam kota melintasi sungai di Medan sampai saat ini belum terealisasi.
“Pak, jalanan di Medan sudah sangat padat dan rawan kemacetan. Bagaimana kalau di Medan dibangun tol dalam kota, tapi melintas diatas sungai yang membelah Kota. Medan banyak sungainya, Pak. Kalau dibangun tol dalam kota, tentunya dalam proses pembangunan tidak terlalu membutuhkan lahan yang luas, karena kanan kiri sungai ada bantaran yang bisa menjadi tiang pancang tol. Mungkin tidak terlalu besar biaya pengusurannya Pak. Nantinya sungai bisa jadi bersih dan masyarakat dapat menjadikan kawasan bantaran sungai menjadi halaman depan rumah, bukan dapur rumah untuk buang kotoran,” tambahku.
Spontan, Presiden memanggil Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. “Pak Menteri, cobak dijajaki tentang tol dalam kota Medan diatas sungai,” kata Presiden. Dan sebelumnya memanggil Menteri PUPR, Presiden juga sudah mempertanyakannya kepada Walikota Medan terkait dengan tol dalam kota melintasi sungai.
*****
Inilah poin-poin diskusi ringan dengan Presiden Jokowi. Dialognya mengalir dan semuanya dijawab. Jokowi seakan tak menempatkan dirinya sebagai Presiden. Dia dengarkan, dia simak dan dia teruskan kepada pihak terkait. Tak ada ekspresi marah, cemberut apalagi menolak untuk menjawab. Pandangannya tajam kepada lawan bicaranya, namun intonasi suaranya tetap lembut dan sangat responsif. Sebagai seorang pemimpin Jokowi tetap mendengar aspirasi rakyatnya, tanpa ada mengeluhkan materi yang disampaikan.
Sebagai warga Medan dan penyampai informasi melalui profesi wartawan, sudah kusampaikan hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat pers, khususnya media cetak. Dan respon Presiden pun dituangkan secara general dalam pidato puncak peringatan HPN 2023 sambil menyebutkan dirinya tadi malam melakukan pertemuan dengan sejumlah pemimpin media sambil makan durian.
“Dunia pers tidak sedang baik-baik saja. Isu utama dalam dunia pers saat ini bukan lagi mengenai kebebasan pers, melainkan pemberitaan yang bertanggung jawab. Saat ini masyarakat kebanjiran berita dari media sosial dan platform asing dan umumnya tidak beredaksi atau dikendalikan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence). Algoritma raksasa digital cenderung mementingkan sisi komersial saja dan hanya akan mendorong konten-konten recehan yang sensasional.”
Tentang pembangunan Kota Medan sudah juga kusampaikan secara gamblang. Tak ada pesan sponsor apalagi kepentingan. Apa yang teringat kucakapkan, apalagi pertemuan dadakan kami dengan Presiden tak pernah dijadwalkan sebelumnya. Kita cuma bisa berharap, terealisasi atau tidak hanya mereka yang bisa menjawabnya. Tugas profesiku malam itu selesai. Dan, mumpung ketemu Presiden semuanya sudah tersampaikan, mengalir seperti air. Semoga saja Presid en mewujudkan harapan kami. Itu saja. (*)