Ditambahkanya, jika pemerintah dan para pihak terkait melaksanakan sosialisasi kembali, diharpakan bisa lebih transparan dan disampaikan secara jelas. Sehingga, tidak ada lagi asumsi dan penilaian minor dari masyrakat. “Kalau bisa disediakan pos pelayanan khusus bagi warga terdampak proyek tol di masing- masing kelurahan. Selain masyarakat lebih mudah mendapat atau mengases informasi dan berinteraksi, proses pembangunan proyek tol juga akan bisa berjalan dengan baik,” tuturnya.
Hal senada juga diugkap Joko Adi W, warga lainya yang lahannya seluas 1 hektar bakal terdampak pembangunan tol. Warga berasal dari Kelurahan Sukorame Kecamatan Mojoroto ini menilai selain ada ada indikasi sarat kepentingan, pembangunan tol juga terkesan ada yang ditutup-tutupi. “Saya kira masyarakat atau peserta belum paham secara utuh akibat tidak ada kejelasan dari pemerintah maupun panitia pelaksana perihal sosialisasi dampak pembangunan jalan tol. Materi pemaparan yang disampaikan sebatas pengenalan Kota Kediri akan ada jalan tol, kemudian tidak membahas tentang hak warga yakni dana kompensasi dengan istilah kami yakni ganti untung bukan ganti rugi tidak dipaparkan,” katanya.
Pihaknya juga mengaku terkejut dengan kegiatan sosialisasi. Betapa tidak, Wali Kota Kediri seolah-olah tidak mengetahui secara detail mulai dari rencana pembangunan, hingga gambar yang menunjukan tepatnya lokasi pembangunan proyek. “Padahal, informasi yang saya terima menyebut sejak tahun 2021 lalu, Pemkot Kediri dan Pemprov Jatim secara intens berkomunikasi untuk membahas rencana pembangunan jalan tol itu, “ ungkapnya.
Wajar saja, jika dirinya menginginkan adanya keterbukaan dan kejelasan siapa yang akan bertanggung jawab perihal mekanisme dan prosedur dana kompensasi secara transparan kepada warga yang terdampak. Sebab, dirinya mengaku sudah menyerahkan sejumlah berkas kelengkapan administrasi kepada pihak Kelurahan Sukorame, dan telah menerima peta atau gambar rencana jalan tol.
Pihaknya juga mempertanyakan kembali tanggungjawab Pemkot Kediri yang dirasa tidak singkron dengan jajaran dibawanya baik Bapeda, pemerintah kecamatan maupun pemerintah kelurahan yang abai terhadap warganya yang terdampak. “Kalau seperti ini tanggung jawab Pemkot tidak ada, kita sendiri sudah diminta dan menyerahkan fotokopi KTP, KK, fotokopi sertifikat tanah oleh pihak kelurahan Sukorame, lalu buat apa ?,” jelasnya.
Menurutnya, tidak dapat dipungkiri masyarakat yang terdampak ingin mendapatkan keuntungan dari pembangunan. Karena hal itu adalah hak mereka sebagai pemilik aset. Disebutkanya, selain dirinya, di Kelurahan Sukorame Kecamatan Mojoroto Kota Kediri kurang lebih diperkirakan ada sejumlah 139 KK tercatat sebagai warga yang terdampak.
Untuk itu, dia berharap penuh kepada pihak terkait agar bisa memberikan kejelasan dan kepastian seputar dana kompensasi ganti untung kepada masyarakat yang terdampak. “Pemkot Kediri harus segera membantu memberikan kejelasan informasi terkait ganti untung kepada masyarakat yang terdampak. Sekaligus memberikan fasilitas umum (fasum) masyarakat di masing masing Kelurahan yang terdampak melalui pihak kelurahan untuk mengumpulkan warganya dan mencatat kebutuhan dan keinginan masyarakatnya tentang fasum untuk diteruskan ke pihak konsultan atau pihak pembangunan jalan tol,” pungkasnya. (*)