DPD Golkar Banyuwangi Dorong Jaranan Buto jadi Warisan Budaya tak Benda ke UNESCO

DPD Golkar Banyuwangi Dorong Jaranan Buto jadi Warisan Budaya tak Benda ke UNESCO

Ruli menyebut, kesenian tradisional Jaranan ini digelar sebagai bentuk kepedulian Golkar dalam rangka mendorong, membina dan membangkitkan semangat-semangat kesenian tradisional untuk tetap eksis di bumi Indonesia.

“Kedua paling tidak partai Golkar juga ingin hadir di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menghibur. Karena Partai Golkar adalah partai yang menyatu dengan masyarakat,” tegasnya.

Dalam sejarahnya, tari jaranan buto beradasal dari Dusun Cemetuk—sebuah dusun kecil yang menjadi bagian dari wilayah administratif Desa Cluring, Kabupaten Banyuwangi dan letaknya berbatasan dengan wilayah kecamatan Gambiran.

Atas dasar lokasi tersebut menjadikan masyarakat Dusun Cemetuk mendapatkan pengaruh kebudayaan masyarakat Jawa Mataram yang ada di wilayah Gambiran.

Masyarakat Gambiran sebagian besar masih memiliki garis keturunan trah Mataram. Dari pengaruh itu, kesenian jaranan buto dikatakan sebagai bentuk akulturasi budaya. Memadukan kebudayaan osing—suku asli Banyuwangi—dengan kebudayaan Jawa Mataram.

Jaranan Buto mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo. Terdapat beberapa anggapan yang mengatakan bahwa Minakjinggo adalah seorang yang berkepala raksasa yang dalam bahasa Jawa disebut Butho.

Penggunaan kuda dalam atraksi jaranan buto memiliki filosofi semangat perjuangan. Kuda juga dimaknai sikap ksatria dan kerja keras tanpa lelah dari seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi semua kondisi dalam kehidupan. (*)