Jumat, 26 April 2024
29 C
Surabaya
More
    Jawa TimurBanyuwangiDPD Golkar Banyuwangi Dorong Jaranan Buto jadi Warisan Budaya tak Benda ke...

    DPD Golkar Banyuwangi Dorong Jaranan Buto jadi Warisan Budaya tak Benda ke UNESCO

    BANYUWANGI (WartaTransparansi.com) DPD Partai Golkar Banyuwangi mendorong agar kesenian Jaranan Buto atau Kuda Lumping diusulkan jadi warisan budaya tak benda atau intangible culture heritage (ICH) kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.

    Dorongan tersebut disampaikan Ketua DPD Golkar Banyuwangi, Ruliyono saat menggelar kesenian jaranan tersebut di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah,  Minggu (31/7/2022).

    Ruli menyebut dalam waktu dekat pihaknya akan melayangkan surat kepada DPP Partai Golkar yang ditembuskan kepada DPD Partai Golkar Provinsi Jatim.

    “Untuk bersama-sama dalam rangka mendaftarkan kesenian tradisional Jaranan Buto ini ke UNESCO melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhajir Effendy,” kata Ruli.

    Baca juga :  Peringati Hari Kartini, Aston Banyuwangi Gelar Lomba Menghias Cake Kepada Warga Binaan Perempuan

    Pihaknya tidak ingin kesenian tradisional jaranan tersebut diklaim oleh negara lain, seperti kesenian Reog Ponorogo yang sebelumnya pernah diklaim oleh Malaysia namun gagal karena ada perlawanan dari masyarakat Indonesia.

    “Harapan kita kesenian Kuda Lumping atau Jaranan Buto ini juga didaftarkan di UNESCO. Karena Malaysia sudah ancang-ancang bahwa Kuda Lumping adalah seni asli mereka,” tutur Ruli.

    Ruli yang juga Wakil Ketua DPRD kabupaten Banyuwangi juga berharap Pemerintah Indonesia termasuk masyarakat di tanah air secara proaktif dalam rangka melestarikan, membina, dan mengembangkan kesenian tradisional.

    Salah satunya mengusulkan kesenian tradisional Jaranan Buto di UNESCO, sehingga terdaftar menjadi kekayaan budaya tak benda asli Indonesia, bukan negara lain.

    Baca juga :  Peringati Hari Kartini, Aston Banyuwangi Gelar Lomba Menghias Cake Kepada Warga Binaan Perempuan

    Ruli menyebut, kesenian tradisional Jaranan ini digelar sebagai bentuk kepedulian Golkar dalam rangka mendorong, membina dan membangkitkan semangat-semangat kesenian tradisional untuk tetap eksis di bumi Indonesia.

    “Kedua paling tidak partai Golkar juga ingin hadir di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menghibur. Karena Partai Golkar adalah partai yang menyatu dengan masyarakat,” tegasnya.

    Dalam sejarahnya, tari jaranan buto beradasal dari Dusun Cemetuk—sebuah dusun kecil yang menjadi bagian dari wilayah administratif Desa Cluring, Kabupaten Banyuwangi dan letaknya berbatasan dengan wilayah kecamatan Gambiran.

    Atas dasar lokasi tersebut menjadikan masyarakat Dusun Cemetuk mendapatkan pengaruh kebudayaan masyarakat Jawa Mataram yang ada di wilayah Gambiran.

    Masyarakat Gambiran sebagian besar masih memiliki garis keturunan trah Mataram. Dari pengaruh itu, kesenian jaranan buto dikatakan sebagai bentuk akulturasi budaya. Memadukan kebudayaan osing—suku asli Banyuwangi—dengan kebudayaan Jawa Mataram.

    Baca juga :  Peringati Hari Kartini, Aston Banyuwangi Gelar Lomba Menghias Cake Kepada Warga Binaan Perempuan

    Jaranan Buto mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo. Terdapat beberapa anggapan yang mengatakan bahwa Minakjinggo adalah seorang yang berkepala raksasa yang dalam bahasa Jawa disebut Butho.

    Penggunaan kuda dalam atraksi jaranan buto memiliki filosofi semangat perjuangan. Kuda juga dimaknai sikap ksatria dan kerja keras tanpa lelah dari seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi semua kondisi dalam kehidupan. (*)

    Reporter : Wetly

    Editor : Amin Istighfarin

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan