SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, Gang Dolly yang bertempat di Jalan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, telah ditutup oleh Pemkot Surabaya pada 19 Juni 2014 silam. Kini, wajah mesum Gang Dolly pun sudah berubah. Sayang, dalam kurun waktu sewindu, atau delapan tahun ini, pemkot belum mengelola secara maksimal aset-aset yang ada eks lokalisasi tersebut.
Memang, Gang Dolly telah menjelma menjadi kawasan perdagangan serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Keberadaannya mengubur stigma buruk kawasan tersebut. Tetapi, 9 sari 30 aset di kawasan tersebut, masih belum dikelola oleh pemkot.
Untuk itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti berharap, agar aset-aset yang ada tidak mangkrak. Hal itu untuk mencegah terjadinya kembali praktik prostitusi di kawasan tersebut.
Dalam keterangannya, Kamis (28/7/2022), Reni mengakui, bahwa suasana eks lokalisasi Dolly telah banyak berubah, mengalami perkembangan dengan adanya geliat para pelaku usaha hingga UMKM.
“Kawasan Dolly berkembang dan mengalami perubahan yang memacu daerah ini lebih tumbuh dan berdaya. Lebih dekat, wujudnya dapat dilihat melalui geliat para pelaku usaha hingga menjamurnya UMKM,” katanya.
Untuk itu, pihaknya turut mengapresiasi dan mendukung seluruh lapisan masyarakat yang telah berjuang agar berbenah dan mengikis stigma Dolly di masa lampau.
“Saya melihat bahwa upaya masyarakat sendiri seperti tokoh masyarakat, LPMK, RT, RW, ibu-ibu kader, pelaku UMKM untuk membangun wilayah ini (Dolly) untuk terus berubah maju saya kira semangatnya luar biasa,” kata Reni.
Hanya, untuk memutus mata rantai praktik prostitusi, ia mengatakan peningkatan kesejahteraan masyarakat harus mendapatkan perhatian lebih khususnya pada aset Pemkot Surabaya. Ia meminta agar bangunan aset Pemkot Surabaya yang terbengkalai di kawasan Dolly dimanfaatkan untuk masyarakat.
“Saya mendorong aset di eks lokalisasi Dolly ‘zero mangkrak’, jadi tidak ada satupun yang mangkrak,” ujarnya.