Fahrul mengatakan, perebutan mencari simpati pengurus tingkat kecamatan untuk mendukung calon pemimpinnya adalah sesuatu hal yang lumrah dalam dinamika politik. Itu bertanda asas demokrasi sudah benar – benar diterapkan.
“Persaingan itu tidak lepas dari konteks konsolidasi Partai Demokrat menuju 2024. Jadi bisa dipahami seandainya memang ada langkah-langkah yang kalau dilihat dari luar ini terkadang sangat dinamis sekali ya. Seperti Lucy yang awalnya didukung oleh 29 DPAC itu ternyata dalam perkembangannya bisa secara dramatis (dukungan) bisa beralih ke pesaingnya, Herlina,” ujarnya Jumat (20/5/2022).
Ia menambahkan, tentang mencuatnya kabar bahwasanya Lucy bakal mensomasi 13 DPAC karena telah menarik dukungan untuknya. Menurutnya kurang elegan, karena konsekuensinya ialah membuat citra Demokrat “kurang elok” didengar di luar.
“Tapi ya itulah penampilannya politik seperti itu. Jadi segala sesuatunya tidak bisa dipermanenkan. Tidak bisa diputuskan di bawa ke notaris misalkan, itu gak bisa seperti itu,” tuturnya.
Fahrul menyatakan, langkah yang diambil Lucy dengan membuat perjanjian kesepakatan dukungan ke notaris adalah satu langkah yang kurang tepat apabila berkaca pada perspektif politik praktis.
“Mungkin Bu Lucy merasa dicurangi gitu, ya. Tapi dibalik itu rasanya politik praktis ya memang seperti itu. Artinya, di sini mungkin antisipasi atau langkah-langkah yang dilakukan Bu Lucy ini, saya sih melihat kurang matang sehingga dukungannya bisa berpindah ke kompetitornya,” ungkapnya.
Dosen Fisip Unar itu menegaskan, tidak ada jaminan dengan meminta komitmen agar DPAC tetap mendukung Lucy, sampai dibawa ke pihak notaris.
“Namanya pilihan politik itu kan hak warga negara, gak bisa kemudian dibatasi hanya untuk kepentingan posisi. Memang ada plus minusnya di situ saya melihat,” unkapnya. (dji)