Wartawan Senior Max Margono Tutup Usia

Wartawan Senior Max Margono Tutup Usia
Max Margono

Di kalangan jurnalis seangkatannya seperti almarhum Anshary Thayib, Peter A Rohi, Hadiaman Santoso, Ali Salim, Erol Jonathan, Dahlan Iskan, Max dikenal sebagai wartawan yang memiliki lobi kuat di kalangan militer. Jenderal Widjojo Suyono (alm) adalah salah satu teman dekatnya.

Berkat lobinya inilah nyawa Valens Doy berhasil diselamatkan semasa Operasi Seroja Timor Timur. Saat itu tulisan-tulisan Valens dinilai kritis terhadap ABRI (sekarang TNI). Max antara lain melobi Benny Moerdani (kemudian menjadi Panglima TNI).

Ia sangat kokoh menjaga integritas kewartawanannya. Pernah suatu saat Gubernur Jatim Moh. Noer hendak memberi dia rumah. Mungkin tahu saat itu Max tinggal di rumah kontrakan di kampung Kalibutuh yang langganan banjir. Kendati demikian Max tidak bersedia menerima. Demikian pula tawaran materi apapun ditolaknya. Sikapnya yang steril terhadap “amplop” membuat dia dihormati narasumber.

Tetapi ketika membela eksistensi dan kehormatan wartawan, Max sangat gigih dan tak kenal takut. Seperti kasus “lemak babi” Dr Tri Susanto, dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di tahun 1980-an.

Intinya Tri Susanto melakukan penelitian biskuit, termasuk produksi perusahaan besar di Surabaya. Ia menemukan ada kandungan lemak babi di dalam bahan biskuit itu. Kasus ini dibuka oleh J Widodo, wartawan sebuah harian terbitan Surabaya.

Kodam V/Brawijaya yang menangani kasus itu. Widodo dan Tri Susanto diperiksa “habis-habisan” oleh pihak Kodam V (era itu ABRI sangat berkuasa karena memiliki Dwifungsi). Hal ini membuat dunia pers tiarap.

Max melihat tindakan Kodam V sudah melampaui batas. Bisa mematikan kebebasan dan wibawa akademik perguruan tinggi, maupun independensi pers. Ketika yang lain tiarap, Max justru membuat liputan besar-besaran. Sampai akhirnya dia sendiri berurusan dengan ABRI. Tapi dia berhasil meyakinkan kalangan pimpinan ABRI bahwa tindakannya harus dikoreksi.

Integritasnya yang sangat kuat inilah membuat pimpinan Kompas Jakob Oetama mempercayai bahwa semua aset Kompas dan Gramedia di Jawa Timur yang bernilai miliaran atas namanya. Padahal kalau saja mau “nakal” bisa saja dia ambil alih aset tersebut.

Di masa pensiun almarhum banyak tinggal di Jakarta karena ingin dekat dengan anak perempuannya, Maria Eva yang merupakan satu-satunya anak perempuan dari 7 bersaudara. (ano)