Jumat, 29 Maret 2024
32 C
Surabaya
More
    OpiniMemburu Untung Malah Buntung

    Memburu Untung Malah Buntung

    Oleh : HS Makin Rahmat

    PERISTIWA kecelakaan perosotan di Waterpark Kenjeran atau Kenpark Surabaya, Sabtu (7/5/2022) meninggalkan jejak panjang tentang pengelolahan tempat wisata masih amburadul. Investor yang telah menanamkan investasi bisa jadi telah mengesampingkan standar memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengunjung.

    Hingga Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Ahad (8/5/2022) turun ke lokasi dan meminta kasus insiden laka pemerosotan Kenpark diusut tuntas. Begitu pula dengan Walikota Surabaya Eri Cahyadi, berharap pengusaha wisata taat ketentuan dan mengikuti prosedur yang benar dalam mengelola wahana wisata, termasuk mengantisipasi berbagai resiko yang timbul.

    Dari video dan gambar yang beredar di medsos, tentu ada kekhawatiran dan rasa ngeri, di mana tujuan masyarakat berkunjung untuk mendapatkan euforia kegembiraan, refreshing, berubah menjadi tangisan.

    Untungnya, belum ada korban jiwa, data terakhir ada 17 korban, terutama anak-anak yang jatuh dari ketinggian kiasan 8-10 meter dirawat di RS Soewandie da nada yang dilarikan ke RSU Dr. Soetomo.

    Sejauh mana pertanggungjawaban dari kecelakaan tersebut? Hasil penelusuran penulis, secara khusus ada tim investigasi guna memastikan penyebab terjadinya musibah jatuhnya pengunjung hingga tempat perosotan ambrol. Bukan sekedar pembenar bagian Cycle Waterpark memang patah, walaupun telah mengalami proses kalibrasi.

    Baca juga :  Wahai Jiwa yang Tenang!

    Setidaknya, Polres Tanjung Perak harus mampu mengungkap adanya unsur dugaan pidana kelalaian mengakibatkan laka, termasuk mengusut masalah perasuransian sesuai UU. No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian. Kita berharap bahwa proses investigasi yang tengah dilakukan oleh Polres Tanjung Perak dan White Water Canada, bisa membuat kejadian ini menjadi terang benderang.

    Saya sangat setuju, selain proses pengusutan terus berlanjut, Pemkot kerjasama dengan pihak ketiga memprioritaskan penanganan medis hingga terapi psikososial bagi para korban. Selain mengalami cidera secara fisik, proses penyembuhan trauma (Trauma Healing) bagi pada korban.

    Sekali lagi, ini adalah pelajaran sangat berharga, apalagi dari masa pandemi Covid-19, di mana tempat-tempat wisata gulung tikar dan mati suri, ketika berangsur wahana wisata dibuka untuk pengunjung, tanpa ada persiapan terhadap standar sarana di lokasi, terutama water park yang paling digemari wisatawan.

    Langkah cepat yang diambil Komisi D DPRD Surabaya memanggil pengelola Kenpark terkait insiden ambrolnya seluncuran Kenpark, diharapkan memberikan kepastian hukum dan penerbitan perizinan terhadap tempat-tempat wisata yang potensi terjadi resiko tinggi.

    Baca juga :  Wahai Jiwa yang Tenang!

    Bila hanya ramai setelah terjadi tragedi tentu memunculkan banyak pertanyaan, sejauh mana komitmen pengawasan dari pemegang regulasi perizinan, bukan hanya menerima setoran dana. Sekaligus memastikan manajemen keselamatan yang menjadi perhatian para pengelola destinasi di seluruh Surabaya.

    Bagaimana SOP pengawasan dan pemantauan secara rutin, sehingga tidak terjadi lagi insiden yang membahayakan, apalagi sampai merengut nyawa.

    Lantas apa solusi emergensi yang harus dilakukan semua pihak? Menjadi tugas Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, AKBP Anton Elfrino Trisanto dan tim Reskrim untuk memastikan penyebab ambrolnya perosotan Kenpark.

    Kemudian ada sosialisasi terhadap pengunjung wahana wisata yang beresiko tinggi kepastian dan memastikan tiket masuk sudah berasuransi dan ada guide profesional yang memandu dan mendampingi wisatawan bisa aman, nyaman, menyenangkan, dan menghindari resiko cidera.

    Tidak kalah penting, menyadarkan pengusaha wisata untuk taat regulasi dan ketentuan. Kalau hanya mengejar keuntungan, tentu punya resiko tinggi malah menjadi bunting (rugi).

    Pada dasarnya, bila mengacu pada UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, keamanan suatu destinasi kepariwisataan dari kecelakaan ini menyangkut hak dan kewajiban dari pihak-pihak di dalamnya untuk menjaga kondisi aman dan nyaman. Hak wisatawan salah satunya adalah memperoleh perlindungan hukum dan kemananan serta perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi (Pasal 20 huruf c dan f UU Kepariwisataan).

    Baca juga :  Wahai Jiwa yang Tenang!

    Di sisi lain kewajiban pengusaha pariwisata salah satunya adalah memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan serta memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi (Pasal 26 huruf d dan e UU Kepariwisataan).

    Apalagi, Perda No. 23 tahun 2012 tentang Kapariwisataan, walau secara eksplisit belum menjelaskan secara rinci misalnya wisata alam yang ada hewan liarnya, bungee jumping dan lain-lain, menurut Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga serta Pariwisata kota Surabaya, wahana perosotan tersebut masuk kategori resiko tinggi.

    Memang semua harus menjadi pelajaran berharga dan mampu mengambil hikmah. Bila semua pihak yang terlibat melakukan tugas sesuai dengan tupoksi dan SOP, tentu bisa mencegah setidaknya ada upaya preventif.
    Kalau pun, muncul asumsi bahwa jumlah yang naik perosotan over kapasitas seharusnya tim pamandu bisa mengatur atau mencegah. Begitu pula, ketika ada pengunjung yang waiting berhenti di perjalananan sambil menunggu rekannya, tentu sudah ada pengawasan terhadap resiko laka yang terjadi. Inilah pelajaran berharga bagi kita semua. (*)

    Penulis : H.S. Makin Rahmat

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan