Ketua Golkar Jatim, Reog Ponorogo Harus Dirawat, Dijaga Sejarahnya dan Membuat Event 

Agar tidak di klaim negara lain

Ketua Golkar Jatim, Reog Ponorogo Harus Dirawat, Dijaga Sejarahnya dan Membuat Event 
Ketua DPD Golkar Jatim M. Sarmuji

SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Ketua DPD Golkar Jawa Timur  M. Sarmuji mengatakan perlu ada strategi agar Reog Ponorogo tidak lagi di klaim sebagai milik negeri jiran Malaysia. Selain merawat wujud kebudayaannya, tidak kalah penting adalah menjaga sejarahnya plus membuat event sebagai daya tarik wisata.

Pernyataan Cak Sar, panggilan akrap Sarmuji menanggapi ramainya pemberitaan di media massa belakangan menyusul klaim Malaysia bahwa Reog Ponorogo adalah miliknya dengan nama Barongan dan akan didaftarkan secara resmi ke UNESCO.

“Kebudayaan adalah hal yang dinamis yang selalu berkembang dari waktu ke waktu sehingga diperlukan strategi kebudayaan yang komprehensif agar ke depan tidak ada kejadian serupa yang berulang,” kata Sarmuji kepada media ini di Surabaya, Kamis (14/4/2022).

Selama masyarakatnya terus menjaga dan melestarikannya, ditambah variasi-variasi turunannya sehingga menjadi rawan diklaim oleh komunitas masyarakat lain di luar produk budaya itu bermula.

Semua kebudayaan yang kita miliki memiliki historisnya masing-masing. Dengan menjaga sejarahnya, produk budaya bisa dirunut dari mana ia berasal, bagaimana produk budaya tersebut terbentuk dan bagaimana wujud evolusinya.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu menilai bahwa saat ini seluruh masyarakat dunia dihadapkan pada globalisasi yang memungkinkan masyarakat akan diberikan alternatif-alternatif kebiasan dan perilaku perilaku yang dianggap lebih praktis dan jika dibandingkan memakai tata cara lama yang dianggap berbelit dan cenderung ‘kuno’.

“Kita sudah memasuki jaman global yang dihadapkan pada pilihan-pilihan praktis yang ada di genggaman berupa teknologi informasi yang sewaktu-waktu bisa kita akses dan aktualisasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh budaya barat yang ‘cenderung’ simpel dan praktis pastinya akan memiliki daya tawar yang kuat karena mengandung modernisasi jika dibandingkan kebiasaan yang dianggap lokal yang terstigmatisasi ‘kuno’,”  ujar Sarmuji.