Nabi kerap menekankan: “Shumuu tashihuu,”. Yang artinya: “Berpuasalah kamu sekalian,
niscaya kamu akan sehat,”. Dalam dunia medis sudah lumrah diketahui mengenai keuntungan
berpuasa bagi tubuh manusia. Dibuktikan bahwa perut yang kosong dalam beberapa jam tertentu nyatanya membantu metabolisme tubuh semakin baik, memberi relaksasi kepada organ tubuhuntuk tidak selalu dipenuhi makanan, akan tetapi apabila perlakuan dalam berbuka dengan tidak mengindahkan kaidah thoyyiban akan menjadi tidak sehat.
Pada bulan ini, di awal romadlon 1443 H Universiats Darul ‘Ulum megadakan pendampingan produk halal bagi masyarakat Jombang dan sekitarnya, ini menunjukkan kepedulian
suatu lembaga terhadap suatu produk yang dikonsumsi masyarakat, tidak hanya halal tapi harus juga thoyyiban.
Sedangkan dalam aspek ekonomi, puasa juga bisa membuat perekonomian menjadi lebih sehat. Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie pernah disodori hitungan tentang apabila 200 juta lebih penduduk Indonesia secara sadar melakukan puasa Senin-Kamis sebagaimana yang rutin beliau
lakukan, maka dalam sepekan bisa dihemat 100 ton beras. Yang artinya, Indonesia masih bisa
menjaga suplai dan mencegah dari kebijakan beras impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras Indonesia seberat 114,45 ribu
ton senilai US$ 51,76 juta periode September-Desember 2021. Nilai tersebut meningkat 24,4% dibading triwulan sebelumnya hanya 92 ribu ton dengan nilai US$ 40,38 juta. Impor beras ini berasal dari Pakistan, Vietnam, Thailand, Myanmar, India, dan sejumlah negara lainnya. Bahkan dengan Thailand, sejak krisis 1997-1998 silam, Indonesia terus dihajar dengan importasi beras dari Negeri Gajah Putih itu dengan jumlah yang tak terbendung. Untuk itu, apabila Indonesia bisa menghemat
cadangan berasnya, maka defisit neraca perdagangan pun bisa sedikit dibendung. Ini berdasar dari asumsi yang konservatif, yakni orang hanya menahan diri dari seperempat kilogram per satu kali makan. Belum lagi dengan makanan lainnya.
Akan tetapi berdasarkan angka statistik rata-rata ditemui bahwa permintaan barang pada
bulan Ramadhan selalu meningkat dua sampai tiga kali dari biasanya. Peredaran uang (velocity) juga demikian.
Para ekonom selalu mewanti-wanti akan tingginya inflasi dengan melonjaknya
permintaan, dalam ekonomi disebut cost push inflation.
Namun anehnya, hal tersebut tidak terjadi. Keinginan orang untuk mendapatkan barang
untuk lebaran justru menaikkan permintaan tetapi juga terjadi pelonjakan produksi barang
sebanyak-banyaknya. Ini berarti dapat meningkatkan suplai barang yang pada gilirannya akan
menekan harga. Jika suplai dan demand meningkat tanpa diiringi dengan kenaikan harga yang
signifikan, itu artinya ekonomi bergerak ke arah yang positif. Di sinilah letak ‘irasionalnya’ berpuasa bagi perekonomian yang lebih sehat.
Belum lagi jika dijabarkan mengenai teori Irving Fisher, di mana satu jenis pecahan uang
beredar telah melewati transaksi lebih dari lima kali, maka ia menciptakan nilai tambah lima kali dari nilai yang dibawanya. Asumsinya, velocity uang pada bulan puasa mendekati rasio satu, artinya pada saat itu, nilai uang yang beredar merupakan gambaran terhadap nilai transaksi riil, baik barang
maupun jasa.
Semua ilmu, termasuk ekonomi, memang memiliki landasan rasionalnya, ini tidak bisa
diganggu-gugat. Agama pun demikian, memiliki landasan rasional dan masuk akal yang bisa dijalankan oleh orang yang memiliki akal (tidak sah agama dijalankan dengan orang yang tidak berakal, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadis). Namun demikian jika seluruh aspek harus berlandaskan hal yang rasional, termasuk ekonomi, kemungkinan manusia tidak bisa hidup karena ia hanya melakukan hal dengan mengandalkan rasionya.
Pada intinya, tulisan ini mengajak kepada kita semua untuk mengkonsumi dengan halalan
thoyyiban, karena dengan makanan halalan thoyyiban akan terjadi peningkatan kesehatan dan peningkatan ekonomi. Terhadap minyak goreng dan BBM pertamax jangan ada kata “buying panic” , karena kepanikan mencerminkan orang yang tidak memahami arti puasa sesungguhnya. Sabar
..sabar… semua ada waktunya. Sebagaiman yang biasa diujarkan oleh guru kami Al Mursyid Dr. KH.
Musta’in Romly “dilakoni wae… mengko lak tekok-tekok dewe”, (Dijalani saja nanti akan sampai
dengan sendirinya “sesuai dengan waktunya” (*)