Berbuka Dengan Makanan Halalan Thoyiban Untuk Penguatan Ekonomi Islam

Mutiara Ramadan ini Diasuh Univ. Darul'Ulum (UNDAR) Jombang (8)

Berbuka Dengan Makanan Halalan Thoyiban Untuk Penguatan Ekonomi Islam
Dr. Muchtar, M.Si

Dr. Muchtar, M.Si – Dosen Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Drul’ Ulum Jombang

Ada dua hikmah fenomenal pada bulan Ramadhan. Pertama, adalah panen kebaikan ibadah, kedua adalah panen ekonomi ke arah yang lebih sehat. Panen kebaikan ibadah dalam romadlon sangat banyak untuk disebutkan , tetapi ibadah yang tidak terasa dikerjakan oleh shoimin
(orang yang berpuasa) adalah “iftar” berbuka puasa. Berbuka puasa, Iftar adalah salah satu ibadah di bulan Ramadan dan sering dilakukan oleh sebuah komunitas, dan atau perorangan dengan menyantap makanan dan minuman.

Sehari hari manusia butuh makan dan minum untuk menyuplai energi bagi tubuh dalam
beraktivitas. Dalam islam makanan yng di konsumsi harus memenuhi 2 standart yaitu halal dan thoyib. Halal memiliki makna sesuatu yang tidak dilarang dalam agama, sedangkan thoyiban bermakna baik, menyehatkan dan lezat.

Menurut buku Pemasaran Syariah Era Digital oleh Dr. Ir. Idris Parakkasi, M.M (2020: 32-
33), setidaknya keharaman dibagi dalam dua aspek:
1. Haram secara zat atau materi yang telah dinyatakan haram oleh syariat.
2. Haram bukan secara zatnya namun cara memperoleh, cara membeli atau mengoleh barang
tersebut bertentangan dengan syariat Islam.

Dalam Al-Quran, seruan mengkonsumsi makan halalan thoyyiban sal8:ah satunya ada pada surah Al-Baqoroh ayat 16
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah ayat 168).”

Ayat tersebut ditafsirkan Ibnu Katsir sebaga “Sesuatu yang baik, tidak membahayakan
tubuh dan pikiran.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Adhim, [Beirut: Dar Ihya’ Al Kurtub al
Arabbiyah] jilid 1, hal 253).

Halalan Thayyibhan berdasarkan buku CSR Islam: Tujuh Prinsip Transformasi Organisasi
untuk Kemajuan Bisnis dan Masyarakat oleh Mohammad Reevany Bustami, Moh. Mudzakir, dan Ellisha Nasruddin (2021: 61-63).

Kriteria halal suatu makanan setidaknya dapat ditinjau dari dua kriteria, yaitu
1. Kandungan Zat: Islam sangat memperhatikan tentang materi barang yang dikonsumsi,
dengan kata lain wujud makanan itu harus bersih (suci), jauh dari segala najis dan kotoran
yang menjijikan.
2. Cara Memperolehnya: Islam melarang umat Muslim untuk memperoleh makanan dengan
cara yang tidak baik, seperti mencuri, merampok, atau merampas milik orang lain. Jadi, meskipun makanan itu secara kandungan baik dan bersih, harus diperhatikan pula bagaimana cara memperolehnya apakah bertentangan dan ajaran Islam atau tidak.

Kriteria Baik (Thayyibhan)
Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi supaya makanan baik untuk dikonsumsi, yaitu
makanan sehat dan seimbang, proporsional, dan aman.
1. Makanan Sehat dan Seimbang: Makanan yang sehat adalah makanan yang memiliki
kandungan gizi yang cukup dan seimbang. Makanan yang sehat adalah makanan yang
bermanfaat bagi kesehatan.
2. Proporsional: Proporsional artinya makanan yang dikonsumsi harus dikonsumsi sesuai kebutuhan. Tidak dikonsumsi secara berlebihan atau berkekurangan. Makanan yang dikonsumsi secara berlebihan tidak baik bagi kesehatan tubuh, sedangkan kurang makan juga tidak baik bagi kesehatan, terutama jika anda mempunyai penyakit yang berkaitan dengan pencernaan seperti maag atau asam lambung.
3. Aman: Makanan yang kita konsumsi sehari-hari harus aman dan tidak mengandung hal-hal
yang dapat membahayakan tubuh.

Dalam puasa seorang muslim di wajibkan untuk berbuka puasa, dengan kadar jenis makanan ringan atau berat, minuman air putih atau berasa dengan berdasar pada makanan halalan
thoyyiban. Dalam berbuka ini , seringkali terjadi “kesalah fahaman”dalam berbuka, bukannya setelah
berbuka bertambah sehat akan tetapi “berakibat sakit”. ini menunjukkan bahwa pengetahuan kadar
“thotyiban” tidak dipatuhi oleh mafthurin (orang yang berbuka puasa), disini lah menjadikan hukum “halal”dalam makanan dapat berubah menjadi makruh, bahkan haram.