Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut perang Rusia dan Ukraina menimbulkan kerumitan dan dilema bagi pemerintah seluruh dunia dalam rangka menyiapkan respons kebijakan, terutama dalam bulan romadlon ini. Di Indenesia imbas invasi Rusia terhadap Ukraina berimbas pada kenaikan minyak gorang dan kenaikan BBM Pertamax. Imbas dari kedua bahan pokok mayarakat ini menyebabkan kenaikan harga-harga pada semua sektor
lini pada semua produk, karena faktor transportasi dan bahan baku makanan yang juga ikut melonjak naik. Imbas terkecil; pada masyarakat terlihat pada kenaikan harga pada penjualan di pasar romadlon.
Pasar romadlon adalah transaksi jual beli dengan tempat yang tidak ditentukan, bisa si pingggir jalan; gang kecil, jalan raya utama yang cenderung memakan badan jalan utama dengan produksi rumahan (home industri). Pasar romadlon dimungkinakan hanya ada di Indonesia dan keiatan ekonomi ini diperkirakan ada sejak tahun 2006 an. Sejak digaungkannya ekonomi kreatif oleh pemerintah Susilo Bambang Yuhoyono.
Di Jombang pasar romadlon mulai didakan sejak tahun 2009 dan berpusat di Depan Kampus Universitas Darul „Ulum. Aneka produk makanan, minuman, jajanan dipejualbelikan. Dengan income yang sangat fantastis 35 juta per harinya. Pasar romadlon mulai terlihat lesu ketika diberlakukannya larangan berjualan karena “covid-19” pada tahun 2019 sampai tahun 2021. Masyarakat dengan dalih “bertahan untuk hidup” berjualan dengan cara bersumbunyi dan memarginalkan diri di gang-gang yang sempit bahkan juga dengan cara “keaatif” COD atau pengiriman ke rumah-rumah pembeli. Kondisi ini bertahan sampai sekarang ketika “wabah covid” sudah tidak lagi menjadi sebuah “momok”.
Dengan demikian sekecil apapun perang terjadi, dimanapun itu terjadi akan berimbas pada masyarakat di seluruh dunia, terutama negara negara bahan baku yang “hidupnya” bergantung pada negara perang.
Karena perang adalah “pembiaran‟ hawa nafsu, maka makna dengan adanya bulan Romadlon ini adalah perang akan berhenti dan damai apabila nafsu-nafsu itu dapat mengekang dirinya untuk tidak marah, tidak beralaku adil, tidak berlaku kekerasan, tidak berlaku serakah untuk bersikap sabar dan saling menghargai sesama pribadi, sesama masyarakat dan lebih luas sesama negara.
Sebagi pribadi kita setiap hari berperang “secara” fisik dan secara moral „Psikis”. Rata-rata kita tidak merasa ada korban. Tapi ketahuilah bahwa dari perlakuan yang “tidak adil” kita, terhadap orang lain (melalui media Whatshap, SMS, Facebook, twiter, IG dll), terhadap unit atau lembaga kita kerja; contoh dengan datang terlambat atau pulang lebih awal, dengan kinerja yang kurang baik, atau perlakukan tidak adil kita sesama teman, saudara ada koraban dari perlakuan „perang” kita terhaap mereka. Kerugian secara ekonomi dan non
ekonomi akan terjadi. Dan kerugian itu akan diperhitungkan bukan saja di dunia tapi juga di akhirat.
Untuk meminamilisir kerugian “perang” yang kita akibatkan, seharusnya kita memberlakukan rasa ukhuwa islamiyah dalam diri kita. Karena ukhuwan islamiyah merupakan fondasi nikmat bagi islam. Syech Abu Bakar Jabir Al-Jazaairy, seorang ulama besar Arab dalam kitabnya “Minhaaju Al-Muslim” menulis secara detil soal bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap sesama muslim (berukhuwiyah islamiyah)
Sikap-sikap dalam usaha untuk menjaga dan memelihara ukhuwah islamiyah tersebut antara lain:
- Mencintai bagi saudaranya sebagaimana mencintai diri sendiri dan membenci bagi saudaranya apa-apa yang dibenci bagi dirinya. (HR Bhukari dan Muslim)
- Merendah diri di hadapan saudaranya dan tidak bersikap sombong dan angkuh. (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
- Tidak mencaci saudaranya dan tidak menghinanya dengan bentuk apapun. (QS Al Hujarat 11)
- Tidak dengki dan iri kepada saudaranya. ((HR Bukhari dan Muslim)
- Memperlakukan saudaranya dengan baik dan menahan diri dari segala hal yang menyakitinya. (HR Al-Hakim dan Tarmidzi)
- Memelihara jiwa, harta dan kehormatan saudaranya. (HR Muslim)..Wallahu‟alam bishoab. (*)