Sementara itu koordinator PNKN Marwan Batubara lebih menyoroti tiadanya partisipasi publik dalam UU tersebut.
“Bahwa proses pembentukan UU IKN sangat jauh dari proses yang benar, dimana partisipasi publiknya sangat minim. UU ini ada 11 bab dan 44 pasal, namun yang jadi pertanyaan waktunya terbilang cepat. Pembahasan UU ini terbilang cepat karena hanya memakan waktu 43 hari, terhitung sejak 7 Desember 2021,” katanya.
Artinya, lanjut Marwan, PNKN menganggap antara pemerintah dan DPR melakukan konspirasi jahat dalam perumusan UU itu.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyambut baik adanya gugatan UU IKN tersebut ke MK. Karena mekanisme tersebut adalah mekanisme yang sah secara hukum dan konstitusi.
“Kalau ditanya sejauh mana peran DPD dalam UU IKN ini, saya jawab bahwa kami tidak terlibat secara intensif. Saat awal, DPD RI memang diundang. Saya menugaskan Komite I. Kami memberi catatan kritis, tetapi tidak diakomodasi juga,” ujar LaNyalla.
Mengetahui hal itu Marwan menegaskan kalau DPD RI saja yang merupakan bagian dari lembaga pembahas UU tidak dilibatkan, apalagi publik. Oleh karena itu harusnya UU tersebut batal demi hukum.
“Yang punya wewenang membahas UU saja tidak diajak bicara intens apalagi publik. Jadi ini sudah tidak benar,” lanjut Marwan.
PNKN berharap Saran, dukungan dan masukan untuk melengkapi uji formil UU IKN ke MK. PNKN juga berharap seluruh anggota DPD RI menggalang dukungan agar UU IKN batal.
“DPD RI harus bersuara dengan lantang untuk memperlancar proses gugatan UU IKN. Ke depan DPD RI juga harus punya peran yang kuat. Jangan hanya parpol yang bermain, yang menentukan apapun di bangsa ini,” katanya. **