Ia juga memastikan bahwa ada perbedaan antara zakat dan wakaf. Kalau zakat bisa langsung didistribusikan dan langsung habis, sehingga di tahun berikutnya harus cari lagi. Sedangkan kalau wakaf, tidak boleh langsung dibagikan, tapi harus dikumpulkan dan diputar, kemudian hasilnya baru bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
“Jadi, aset wakaf itu menjadi dana abadi. Bahkan, pengelola wakaf pun tidak boleh mendapatkan sesuatu dari wakaf itu, yang boleh dibagi adalah hasil dari wakaf tersebut. Misalnya, kalau ada wakaf 100, harus diputar hingga hasilnya menjadi 110. Nah, hasil sepuluh itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan pengelolanya bisa ambil sebagian dari sepuluh itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap BWI Surabaya itu bisa melakukan sosialisasi, karena masih banyak yang belum tahu tentang wakaf dengan menggunakan uang. Selanjutnya, ia meminta untuk memobilisir wakaf dari warga, apalagi penduduk Surabaya saat ini sudah mencapai 3,2 juta, sehingga kalau setiap jumat ada dana wakaf seribu saja, maka totalnya akan sangat besar.
“Pak Eri ini menjadi penggagas BWI Surabaya ini, sehingga pahalanya insyallah akan terus mengalir menjadi amal jariyah dari segi kebijakannya,” tegasnya.
Ketua Pelaksana BWI Kota Surabaya Muhibbin Zuhri mengatakan ada dua hal penting yang akan segera dilakukan seusai dilantik menjadi pengurus BWI Surabaya. Pertama, pengamanan dan optimalisasi aset yang konvensional berupa tanah dan aset yang sudah eksisting, tapi belum memiliki legalitas hukum yang memenuhi. Makanya, itu yang akan dioptimalkan sehingga pengelolaannya akan lebih berdaya guna dan bermanfaat bagi umat.
“Kedua, ekspansi untuk mengembangkan wakaf tunai dalam rangka membangun dana abadi umat yang mana hasilnya untuk program-program kemaslahatan umat warga Kota Surabaya,” kata dia.
Untuk mencapai dua hal tersebut, pihaknya akan membangun sinergi antara BWI Surabaya, Pemkot Surabaya dan berbagai stakeholder lainnya untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita tersebut. **