Tajuk  

BTPKLW Kecerdasan Pemerintah Memotivasi Kebangkitan Ekonomi

Oleh : Djoko Tetuko, Pemimpin Redaksi Wartatransparansi

BTPKLW Kecerdasan Pemerintah Memotivasi Kebangkitan Ekonomi
Djoko Tetuko (pemotretan) Ranu Bedali Lumajang

 

Salah satu kebijakan sekaligus keputusan Pemerintah melakukan pemberian Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima dan Warung (BTPKLW), merupakan kecerdasan dalam menopang sekaligus menjaga ketahanan nasional melalui pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil.

Mengapa? Dampak dari masa pandemi Covid-19 dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, mikro hingga level, membuat pedagang terpapar dan terpuruk pada posisi sulit. Inilah program nyata guna memberikan motivasi terus menerus secara mendiri sebagai penguat ekonomi seluruh negeri. Sekaligus menjadi pemantik kebangkitan ekonomi.

Bahkan, tidak berlebihan menyebut bahwa ekonomi Negara Republik Indonesia sempat terkontraksi pada level sangat membahayakan. Pada saat PKLW Terdampak Covid-19. Apalagi dominasi produk asing begitu kuat mempengaruhi daya beli masyarakat dengan berbagai model.

Diketahui, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PP UMKM) telah diterbitkan oleh pemerintah bersama 48 peraturan pelaksana lainnya dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada 16 Februari 2021 lalu.

PP UMKM tersebut mengubah beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM). Salah satunya adalah aturan terkait kriteria UMKM itu sendiri.

Kriteria UMKM yang baru diatur di dalam Pasal 35 hingga Pasal 36 PP UMKM. Berdasarkan pasal tersebut, UMKM dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan. Kriteria modal usaha digunakan untuk pendirian atau pendaftaran kegiatan UMKM yang didirikan setelah PP UMKM berlaku. Kriteria modal tersebut terdiri atas:

Pertama, Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

Kedua, Usaha Kecil rnemiliki modal usaha lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

Ketiga, Usaha Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai tlengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh rniliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Sedangkan bagi UMKM yang telah berdiri sebelum PP UMKM berlaku, pengelompokkan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria hasil penjualan tahunan. Kriteria hasil penjualan tahunan terdiri atas:

Pertama, Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

Kedua, Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp15.000.000.000,00(lima belas miliar rupiah)

Ketiga, Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Nilai nominal kriteria di atas dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian. Selain kriteria modal usaha dan hasil penjualan tahunan, kementerian/lembaga negara dapat menggunakan kriteria lain seperti omzet, kekayaan bersih, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, insentif dan disinsentif, kandungan lokal, dan/atau penerapan teknologi ramah lingungkan sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha untuk kepentingan tertentu (Pasal 36 PP UMKM).

Diketahui, UMKM merupakan pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Dimana berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.
Namun, tingginya jumlah UMKM di Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan yang ada.

Guna menjawab tantangan itu, Pemerintah telah menjalankan sejumlah program dukungan UMKM, diantaranya bantuan insentif dan pembiayaan melalui program PEN, Kredit Usaha Rakyat, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), Digitalisasi pemasaran UMKM, Penguatan Wirausaha Alumni Program Kartu Prakerja Melalui Pembiayaan KUR, dan termasuk pula strategi jangka panjang menaikkan kelas UMKM melalui UU Cipta Kerja.

Dampak lain dari pandemi ini adalah mendorong shifting pola konsumsi barang dan jasa dari offline ke online, dengan adanya kenaikan trafik internet berkisar 15-20%. Hal ini menjadi momentum untuk mengakselerasi transformasi digital. Potensi digital ekonomi Indonesia juga masih terbuka lebar dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia dan penetrasi internet yang telah menjangkau 196,7 juta orang.

PKL dan warung sebagai bagian terkecil Usaha Mikro, menjadi salah satu pemicu kebangkitan ekonomi atau kemunduran usaha. Oleh karena itu, bantuan khusus
bagi pelaku usaha, khususnya sektor usaha mikro di tengah pandemi COVID-19 saat ini, sebagaimana diserahkan langsung Kapolres Magetan AKBP Yakhob Silvana Delareskha, S.I.K, M.Si kepada 50 Pedagang kaki Lima dan Warung, di Aula Gedung Pesat Gatra Polres Magetan, Selasa (21/9), sangat tepat dan cerdas.

Jika secara nasional diumumkan dan dilakukan pendataan secara seksama, sekaligus menjadi gerakan cinta kembali produk dalam negeri dengan membeli usaha mikro termasuk PKL dan warung, maka dalam waktu tidak terlalu lama akan menjadi kekuatan ekonomi lokal dan nasional secara nyata. Semoga