Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno sudah meletakkan dasar kebangsaan dengan begitu piawai, dalam memberikan pengaruh sangat positif pada perpolitik dalam negeri maupun gaya berpolitik di luar negeri.
Seekarno hingga kini masih lekat dengan kepiawaian menjaga martabat dan kehormatan bangsa dan negara di atas segala-galanya. Begitu kuat ingin mengantarkan bangsa dan negara Indonesia di atas bangsa-bangsa lain. Menggelar Konferensi Asia-Afrika 1955, menggelar Asian Games 1962. Membangun gedung bersejarah dan meninggalkan berbagai pondasi kekuatan bagi anak bangsa.
Sejarah telah mencatat bahwa pembelajaran berbangsa dan bernegara selama 20 tahun Era Orde Lama, belum mampu mengantar ke harapan dan impian para pendiri negeri ini untuk mengenyam kesejahteraan dan kemakmuran anak bangsa, lebih mapan dalam khazanah hidup aman dan nyaman.
Soeharto sebagai Presiden RI ke-2 selama 32 tahun berhasil membawa kekuatan besar bernama Era Orde Baru, tetapi tumbang dan berakhir dengan tragis. Bahkan sudah berlalu 23 tahun sialan, tetapi masih serasa pergolakan itu masih baru saja terjadi.
Presiden BJ Habibie melanjutkan kepemimpinan dengan melakukan perubahan besar meletakkan dasar reformasi. Seakan-akan reformasi dan demokrasi menyatu mewarnai dalam setiap detak jantung kehidupan anak bangsa.
Sayang, Habibie sebagai Presiden RI ke-3 tidak mendapatkan mandat lanjutan karena Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Majeleis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), menghendaki perubahan.
Pilihan terbaik di antara yang terbaik, maka jatuh pada Presiden RI ke-4 KH Abdurrhaman Wahid (Gus Dur), berbagai perubahan sekaligus melanjutkan dengan cita rasa demokrasi di masa Habibie. Dan demokrasi kebebasan gaya Gus Dur.
Sayang, selera politik antara Presiden dan DPR serta MPR tidak satu haluan, maka terjadilah upaya penurunan Gus Dur dengan menghembuskan sentimen korupsi atau penggunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, walaupun hingga saat ini belum terbukti.