Gagasan Bung Karno (Presiden RI pertama Ir Soekarno) tentang dasar falsafah negara yang ditanyakan Ketua Sidang BPUPK, Dr. Radjiman Wediodiningrat. Ada lima sumbangsih pemikiran sang Presiden.
Pertama Pancasila yakni, Kebangsaan, Kemanusiaan atau Internasionalisme, Demokrasi Musyawarah Mufakat, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan.
Kemudiaan Bung Karno menjelaskan kembali bahwa lima sila Pancasila tersebut bisa diringkas menjadi Trisila yaitu, Sosio Nasionalisme (gabungan antara paham Kebangsaan dan Kemanusiaan), Sosio Demokrasi (gabungan antara paham Demokrasi dan Kesejahteraan), dan Ketuhanan. Terakhir, Bung Karno menawarkan bahwa Pancasila dan Trisila itu bisa dirumuskan menjadi satu paham saja, yakni Gotong Royong.
Bung Karno menjelaskan bahwa Gotong Royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!
Prinsip Gotong Royong diantara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.
Penyebutan Gotong Royong sebagai intisari dari Pancasila itu bukan untuk menegasikan sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Namun, semua pelaksanaan sila-sila Pancasila memiliki landasan semangat gotong royong.
Prinsip Ketuhanan berjiwa gotong royong yakni Ketuhanan dengan sikap yang saling hormat-menghormati dan toleran baik sesama atau antar pemeluk agama, bukan Ketuhanan dengan sikap mengucilkan diri dan saling menyerang.
Prinsip Kemanusiaan dilaksanakan dengan semangat gotong royong, yakni prinsip saling bantu-binatu, tolong menolong, mengembangkan sikap kedermawanan di atas dasar kemanusiaan yang hakiki tanpa diskriminasi.
Prinsip Kebangsaan dengan jiwa gotong royong yang mengembangkan semangat persatuan dan Bhinneka Tunggal Ika serta tiada sikap chauvinisme.