Jika dicermati, Poros Maritim dan Tol Laut belum mencakup semua aspek kemaritiman dan terkesan lip service. Disamping itu implementasinya hanya sebatas di permukaan belum pada kedalaman lautan persoalannya.
Pembangunan fisik diprioritaskan dan tidak menyentuh kepada sisi sumber daya manusianya. Soft skill kemaritiman kurang mendapat perhatian dan selalu diposisikan sebagai pinggiran dalam pendidikan dan pembangunan ekonomi nasional. Kondisi ini sangat ironis mengingat hampir 70 persen wilayah Indonesia merupakan laut dengan potensi ekonomi sangat besar.
Keberpihakan politik ataupun ekonomi dalam pembangunan kelautan sangat minim. Regulasi yang menyentuh kelautan disingkirkan. Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan dan UU Pesisir No. 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dikandaskan Omnibus Law, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan sangat luas, Indonesia praktis hanya mempunyai satu payung hukum yang mengatur penggunaan laut, yaitu UU No 21/1992 tentang Pelayaran, disempurnakan dengan UU No 17/2008 untuk mengontrol dan mengawasi semua jenis kegiatan di perairan Indonesia.
Visi Kelautan Indonesia mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia menjadi negara maritim yang maju, berdaulat, mandiri, kuat, tampaknya masih amburadul di tataran implementasi. Tidak dilibatkannya armada kapal rakyat (Pelra) dalam Tol Laut adalah salah satu bukti pemerintah mengabaikan peran pelayaran rakyat sebagai pelayaran perintis sejak dekade tahun 60.
Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) dalam Perpres No 16 tahun 2017 penyusunannya mengacu pada visi Pembangunan Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, hingga habis masa berlakunya pada tahun 2019 rencana aksinya belum terealisasi .
Sebagai referensi. salah satu dari tujuh pilar KKI adalah soal pengembangan Sumber Daya Manusia Kemaritiman. Sejak diundangkan, peningkatan SDM Kemaritiman belum dapat diwujudkan antara lain melalui program peningkatan pendidikan. Menko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi belum berhasil mensinkronkan kurikulum kemaritiman di semua jenjang pendidikan.
Sangat disesalkan amanat UU Kelautan dan Perpres KKI itu tidak dijalankan. Sementara generasi muda yang terlanjur mengenyam pendidikan paradigma darat, kurang berminat menekuni apalagi mengembangkan potensi lautnya. Sejatinya pendidikan kemaritiman pada strata pendidikan formal sangat dibutuhkan untuk menanamkan dan menumbuhkan kembali semangat serta jiwa bahari. (*)
Penulis: Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan