Ramadan, Investasi Menggiurkan Yang Sering Terabaikan

Ramadan, Investasi Menggiurkan Yang Sering Terabaikan
H.S. Makin Rahmat, SH,MH

Oleh : H.S. Makin Rahmat

SEIRING gema suara takbir: Allahu-Akbar, Allahu-Akbar, Allahu-Akbar walillahilhamdu, bulan suci Ramadan 1442 yang penuh rahmat, ampunan dan kemuliaan telah meninggalkan kita.

Pada kesempatan ini, seiring dengan izin dan Ridlo Allah SWT serta shalawat, salam dan wasilah tertuju kepada manusia agung baginda Rasulullah SAW, mampu menjadikan Ramadan sebagai madrasah (sekolah) bagi hambaNya yang beriman sebagai investasi untuk merengkuh kebahagian dunia-akhirat meraih keberuntungan, hambaNya yang bertakwa.

Mengapa euforia Ramadan didalamnya mengandung garansi turunnya malam yang lebih mulia dari seribu bulan (Lailatul Qadar) sebatas formalitas dan budaya bukan menjadi investasi atau bisnis menguntungkan dalam meraih kebahagian yang hakiki.

Masih kita temui, sebagian besar masyarakat ber-KTP Islam menjalankan puasa di bulan Ramadan sekedar menggugurkan kewajiban. Tidak memperhatikan protokol panggilan Allah SWT dalam menjalankan puasa, taraweh dan ibadah lain karena iman dan ikhlas mendapatkan garansi dihapus segala dosa-dosanya yang telah lalu, bahkan diumpamakan sebagai seorang bayi yang baru dilahirkan dari rahim si-ibu.

Mari kita renungkan bersama sabda dari Nabi Muhammad SAW, “Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, yaitu kebahagian ketika berbuka dan kebahagiaan saat bertemu Allah.”

Konteks dua kebahagian ini tentulah bukan semata milik pribadi, tapi bagian dari kolektif sebagai hamba Allah beriman yang punya tugas mulia untuk berbagi kebahagian dengan saudara-saudaranya. Bila, kita bisa menikmati makan saat berbuka (ifthor), apakah kita peka bahwa masih ada hamba Allah ikut berpuasa dalam kondisi sangat terbatas.

Jangan untuk makan besok, hari ini yang untuk disantap belum terpikirkan. Jadi, makna mendalam yang seharusnya diwujudkan yaitu berbagi kenikmatan (makanan) dengan saudara yang butuh berbuka.

Pesta rohani di bulan suci Ramadan menjadi pengantar kita untuk selalu bertemu dengan Allah melalui hambaNya yang memang butuh uluran tangan dari kita. Kalau, kita memperhatikan tentu Allah akan lebih memperhatikan segala kebutuhkan kita. Masya-Allah.
Bila kita pahami dengan hadits qudsi, yaitu firman Allah SWT berbunyi: “Setiap amal manusia kembali padanya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa itu untukKu dan Aku (Allah) sendiri yg membalasnya.”

Tentu, inventasi menguntungkan ini, sering terabaikan oleh kita. Kesan yang muncul semangat di awal Ramadan sangat mengebu-ngebu. Namun, dipenghujung Ramadan kita lebih terfokus pada kepentingan kita sendiri, termasuk mengejar Lailatul Qadar dan kebutuhan menjelang hari Raya Idul Fitri.

Sedang di pelosok bumi, ada saudara kita yang tiap malam mengetuk pintu langit tidak hanya di bulan Ramadan untuk memburu rahmat dan kasih sayangNya. Mereka butuh uluran tangan kita, termasuk kondisi porak-porandi di bumi Palestina akibat agresi Israil.

Mari kita renungkan, firman Allah dalam hadits qudsi: “Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadan kemudian keluar untuk merayakan hari raya, maka Allah pun berkata: ‘Wahai malaikatku, setiap yang mengerjakan amal kebajikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka.’

Seseorang kemudian berseru: ‘Wahai umat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian diganti dg kebaikan’. Kemudian Allah pun berfirman: ‘Wahai hamba-Ku, kalian puasa untuk-Ku dan berbuka untuk-Ku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapat ampunan.”

Keistimewaan Ramadan juga terangkum dalam Firman Allah SWT dalam QS Ad-Dzuhan 3-4: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. Dan sesungguhnya Kami-lah yg memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”.