Oleh: Dr.H.M.Luthfi Husni S.H,M.Hum.
Ash-Shiyam, disebut sebagai jihadunnafs, jihad melawan hawa nafsu ini dikategorikan
sebagai jihad akbar, yang jauh lebih berat dari pada jihad dalam arti qital. Jihad yang berupa
perang fisik, jelas mana kawan mana musuh. Tidak demikian perang melawan hawa nafsu,
musuh berada dalam dirinya sendiri. Begitu beratnya sehingga jihad dalam rangka menggapai
kesempurnaan diri ini dikatakan sebagai pekerjaan yang paling mulia.
Kesempurnaan jiwa yang diupayakan adalah jiwa yang suci dari sifat-sifat tercela, yang kemudian digantikan dengan jiwa yang berhias diri dengan sifat-sifat terpuji. Tujuan dari tazkiyatunnafs dan penyempurnaan diri melalaui asy-shiyam adalah pembersihan rohani.
Kondisi jiwa yang diinginkan adalah jiwa yang bersih dari sifat-sifat buruk dan perangai keji seperti ghadab, hasad, dengki, bakhil,angkuh, ujub, dan riya.
Nafsu manusia yang cenderung kepada nafsu syaithoniyah, yang memerintahkan kepada
kejahatan ini dikendalikan dan dibimbing melalui puasa Ramadhan. Nafsu ini dinamakan dengan nafsu ammarah yang terdiri dari kebodohan, kikir, sombong, pemarah, tamak, serakah, dengki dan perangai buruk lainnya. Sifat-sifat negatif ini menjadi biang kerok semua kejahatan dan sumber bencana di dunia ini.
Bimbingan as-shiyam mampu merubah nafsu ammarah sehingga mau menerima kebenaran sebagai kebenaran dan kesesatan sebagai kesesatan. Tingkatan kedua ini disebut dengan nafsu lawwamah, jiwa yang penuh penyesalan. Pemilik jiwa ini berusaha untuk
memperbaiki diri menyesali dosa dan kejahatannya, namun masih acapkali tergoda untuk
melakukannya.
Mereka berusaha melakukan kebajikan amal shalih dan beribadah kepada Allah,
namun masih terperangkap dalam keinginan mendapatkan pujian dari orang lain. Pendidikan
Ramadhan tidak berhenti sampai disini. Ash-shiyam terus melatih dan membimbingnya sehingga
jiwanya terus meningkat mencapai tangga lebih tinggi.
Rangking berikutnya adalah nafsu mulhamah. Penyandang jiwa ini mulai dapat mendengar bisikan-bisikan halus. Adakalanya bisikan itu datang dari malaikat yang diutus oleh Allah agar yang bersangkutan menerima kebenaran dan hidayah Allah.
Disaat yang lain datang
bisikan setan untuk menguji keimananya. Maka mereka memerlukan pembimbing yang dapat menjsuhksn dirinya dari keragu-raguan akan kebenaran. Pembimbing yang dimaksud adalah pemilik jiwa yang lebih tinggi tingakatannya.
Ash-shiyam yang dilakukan terus mengarahkan kepada kondisi jiwa yang lebih tinggi. Tibalah saatnya perjalanan tazkiyatunnafs ini berada pada tataran nafsu muthmainah.
Jika tingkatan sebelumnya merupakan tingkatan talwin- perubahan dan perjuangan- maka dalam tataran jiwa yang keempat ini berada pada tingkatan tamkin-penguasaan diri- yang menduduki
derajat pertama kesempurnaan.
Pada tingkatan ini seorang hamba mampu merasakan kenikmatan tatkala beribadah dan beramal shalih. Dengan sifat-sifat yang lembut, santun dan sabar mampu menjadi pembimbing bagi mereka yang berada di tingkat bawahnya.
Namun penyandang nafsu
muthmainah ini masih dituntut untuk terus menigkatkan diri menuju tingkatan-tingkatan jiwa
yang lebih sempurna.
Tingkatan kelima adalah nafsu radhiyah. Mereka yang berada pada tingkatan ini berusaha
membebaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Mereka memiliki sifat-sifat ikhlas dan ridha terhadap apa yang terjadi tanpa keluh kesah sedikitpun. Mereka selalu khusnudzan terhadap Allah. Bagi seorang hamba yang berhasil mempertahankan posisinya –istiqomah- akan dapat
meningkat ke tingkatan lebih tinggi.
Tingkatan berikutnya adalah nafsu mardhiyah, jiwa yang diRidhoi. Begitu tingginya
keikhlasan dan keridhoannya dalam menerima semua ketetapan Allah, maka mereka menjadi hamba-hamba Allah yang mendapatkan ridho dari pada-Nya. Berikutnya sampailah pada tingkatan tertinggi yaitu nafsu kamilah, jiwa yang sempurna.
Pada tingkatan paripurna ini semua gerakannya adalah amal shalih, nafasnya merupakan ibadah.
Mereka selalau mengabdi kepada
Allah secara total dengans eluruh raga, lidah maupun hatinya. Mereka masuk kedalam golongan ulul albab yang senantiasa berdzikir kepada Allah dalam semua keadaan di semua tempat serta bertafakur terhadap semua yang terjadi, sehingga bercucuran airmatanya likhosiyatillah, karena takut akan azab Allah.
Inilah perjalanan jiwa orang-orang yang berpuasa dalam bualan Ramadhan sehingga mencapai
derajat yang tertinggi, yaitu muttaqin, orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. (*)