Lapsus  

Obsesi Karutan Medaeng Wujudkan Zero Halinar di Tahanan

Obsesi Karutan Medaeng Wujudkan Zero Halinar di Tahanan
Wahyu Hendrajati Setyo Nugroho

SUARA sumbang tentang kehidupan para narapidana atau tahanan selama dalam kerangkeng hotel prodeo, tidak membuat surut asa dari Wahyu Hendrajati Setyo Nugroho, 38 tahun. Pria asal Solo yang mendapatkan tugas super berat sebagai Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas I Surabaya di Medaeng, sejak Januari 2021.

Uniknya, obsesi untuk mewujudkan daerah zero (bebas) Halinar atau lingkungan bersih dari HP, pungli dan narkoba, setelah menggantikan sang kakak sebagai Plh (pelaksana harian) Karutan Medaeng.

“Ini sudah menjadi komitmen kami. Memang butuh perjuangan sangat berat dan komitmen kuat, menciptakan zero Halinar,” papar Hedra, panggilan akrabnya saat ditemui WartaTranspransi.Com newsroom dari siberindo.co, akhir pekan, Jumat (5/3/2021).

Bagaimana jurus untuk mewujudkan dari misi yang dianggap mustahil ini? Mantan ajudan Menkumham tahun 2015 ini, harus dimulai dari diri sendiri. Kalau kepala dan orang di bawahnya punya keseriusan dan ikhlas dalam melaksanakan tugas, tidak ada yang berat.

“Kebetulan saya pernah bertugas di Rutan Medaeng, dan Nusa Kambangan hingga menjadi ajudan menteri. Kami bertekad menghilangkan ketergantungan para WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) dari kerawanan penggunaan HP. Jadi, memutus adanya peluang WBP bisa bebas dan leluasa,” ungkap Hendra.

Target lain, memangkas pungli dengan mengedepankan pelayanan tanpa biaya. “Saya akui, memang sangat sulit (menghilangkan pungli). Tapi, kalau sudah diterapkan tidak boleh ada layanan berbayar, resikonya tentu ditanggung sendiri,” ulasnya.

Pasca kunjungan H. Bambang DH, anggota Komisi lll DPR dari F-PDIP, menurut Hendra tidak ada yang perlu ditutupi. Sebab, anggota dewan tentu juga memiliki informasi dari bahan tentang keberadaan rutan atau lapas yang ada di lingkungan Pemasyarakatan.

Salah satu jurus penting adalah komunikasi dan terus-menerus melakukan pemantauan dan pengawasan. Dari dialog antarpegawai, dan melibatkan para WBP mulai terbukti walau efeknya, banyak wara binaan yang minta untuk dilayar (dipindah ke Lapas lain).
“Memang bagian dari konsekwensi dan bahan evaluasi.

Di Rutan Medaeng ini sudah over kapasitas. Normal 500 WBP yang harus ditampung, volume hunian bisa mencapai 1.800. Maka, diperlukan dialog dan sikap fleksibel namun tegas dan tetap dalam koridor membina. Termasuk melakukan sirkulasi hunian dalam kisaran 1.500 – 1.600 hunian,” ujar Hendra.

Adanya pengakuan mantan napi yang mengungkap adanya pungli saat di Rutan Medarng pada tahun 2018, bagi Hendro merupakan tantangan dan sebagai evaluasi guna melakukan perbaikan di lingkungan Rutan Medaeng.

“Khan kejadian tahun 2018, saya belum di sini (Rutan Medaeng). Masih bertugas di Jakarta. Jadi, saya nggak tahu bagaimana praktek pungli terjadi. Untuk saat ini, saya bisa memastikan perlahan tapi pasti bakal terwujud kawasan zero Halinar,” tandasnya.

Walaupun penerapan terhadap WBP beda dengan lembaga pemasyarakatan (Lapas), Hendra memulai dari tekad yang bisa dilakukan dengan kolektif (kebersamaan). Salah satu, selama masa pandemic Covid-19 Wartel Sus Berbayar dinonaktifkan, diganti dengan layanan videocall gratis.

Kegiatan dan pembinaan keagamaan tentu dibatasi dengan banyak menfokuskan kepada ketrampilan dan kegiatan yang bisa memberikan tambahan keahlian bagi WBP setelah keluar dari menjalani hukumannya.

“Jadi, dalam hal untuk memberikan pemahaman keyakinan dan kesetiaan terhadap Indonesia dan NKRI bagi napi teroris tentu tidak sama. Di Rutan Medaeng, ada kegiatan kerohanian, ketrampilan tata boga, kerajinan kayu, perikanan, dan musik. Setidaknya, WBP mendapatkan bekal positif.

Diakhir dialog, Hendra berharap alumni Lapas dan Rutan mampu mengubah stigma bisa hidup normal dan diterima di masyarakat melalui pembinaan khusus sebelum masa bebas.
“Kita harus mampu mengubah stigma negatif menjadi peluang untuk berbenah. Harus diakui, adanya pemikiran ketika penghuni pria (suami) masuk menjalani hukuman yang mencari nafkah, istri dan ditambah beban tambahan karena biaya hidup tinggi. Jadi, kewajiban kita menciptakan adanya zero Halinas,” pungkasnya. (mat)