Rabu, 11 Desember 2024
25 C
Surabaya
More
    Jawa TimurPasuruanSolusi Dampak Percepatan Ekonomi Sungai Bangil Tak

    Solusi Dampak Percepatan Ekonomi Sungai Bangil Tak

    PASURUAN (Warta Transparansi.com) – Keberadaan sungai bangil tak atau biasa disebut kebanyakan orang kali mati, yang membujur dari Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon, Kab.Pasuruan hingga Desa Tambakan, Kecamatan Bangil, Kab.Pasuruan terus dilakukan persiapan oleh pemerintah, guna mengurangi dampak banjir tahunan dan percepatan ekonomi.

    Program Nasional Penanganan Dampak Danjir Dan Percepatan Peningkatan Ekonomi tersebut, setidaknya membawa dampak atau permasalahan sosial yakni tergusurnya rumah warga yang berada di bantaran sungai bangil tak atau kali mati. Setidaknya ada sekitar 1150 rumah yang berada di empat desa dan dua kecamatan di Kabupaten Pasuruan yang terdampak tersebut, yakni Desa Cangkringmalang, Desa Kedungringin, Desa Kedungboto di Kecamatan Beji dan Desa Tambakan di Kecamatan Bangil.
    Seperti yang terpaparkan Rusdi Sutejo Wakil Ketua DPRD Kab.Pasuruan,” kami telah dijelaskan oleh pihak-pihak terkait tentang tindaklanjut dari proyek multi year tersebut,”ucapnya.
    ” Keberadaan 1150 rumah warga yang notabenenya dibangun selama puluhan tahun di bantaran kali mati tersebut, telah dilakukan pendataan oleh pemerintah yang sebelumnya telah dilaksanakan sosialisasi terlebih dahulu pad desa terdampak. Dari data (master plant) pemanfaatan kembali sungai wrati, lebar sungai 100meter dengan lebar tanggul 4meter pada tiap sisi, total lebar sungai 108 meter.
    Solusi Dampak Percepatan Ekonomi Sungai Bangil Tak
    Sungai Bangil Tak

    Baca juga :  Hari Anti Korupsi, Kejari Bangil Tebar Bingkisan Ke Pemakai Jalan

    Dampak yang terjadi di wilayah Kabupaten Pasuruan dengan lebar sungai menjadi 108 meter tersebut, maka seluruh rumah warga yang dibangun diatas bantaran sungai saat ini akan tergusur total alias tanpa sisa,” ungkap Rusdi Sutejo.
    Warga terdampak, telah menyadari dan memahami kondisional saat ini. Namun diantara pemilik 1150 rumah yang ada, hampir 90%nya menyatakan kebingungan akan pindah kemana, lantaran tidak lagi memiliki tanah untuk membangun rumahnya lagi setelah dilakukan penggusuran. Hal ini yang menjadi persoalan yang saat ini oleh semua pihak dicarikan solusinya. Tidak mungkin ribuan kepala keluarga terdampak menjadi kelimpungan tanpa tempat tinggal.
    Untuk itu kami akan mencoba mengajukan usulan pada pihak pemerintah baik propinsi maupun pusat, untuk setidaknya merubah master plant lebar sungai bangil tak atau kali mati dari total 108 meter menjadi 75meter atau 80 meter,” pungkas politisi asal Partai Gerindra ini.
    Sementara itu ditempat terpisah, salah satu warga terdampak yakni Henry Sulfianto, mengatakan,” sejatinya banyak solusi dari permasalahan dampak sosial pemanfaatan kembali sungai bangil tak atau kali mati ini,” tukasnya.
    ” secara pribadi saya sebelumnya atau sejak tahun 2012 lalu telah memiliki pemikiran agar suatu saat nanti warga yang bermukim di bantaran sungai bangil tak tidak tercerai berai atau singkat kata dapat lagi bermukim di wilayah desanya masing-masing, khususnya warga di Desa Kedungringin.
    Seperti halnya di Desa Kedungringin khususnya di Ngayunan, ada tanah kas desa dulunya dibuat lapangan oleh masyarakat setempat dan luasnya sekitar 1 hektaran. Saat ini tanah tersebut tidak terpakai dan terkesan terbengkalai. Tidak ada salahnya, jika warga yang terdampak tersebut oleh pemerintah dibangunkan rumah sederhana sebagai tempat relokasi. Sementara itu untuk statusnya sendiri yakni warga menyewa atas rumah tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada serta dikelola oleh pihak yang ditunjuk.
    Kedua, sebagai informasi awal bahwa ada tim khusus yang akan melakukan penaksiran atas ganti rugi bangunan rumah yang akan direlokasi. Pihak pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak BUMN yakni Bank Tabungan Negara (BTN) atau pihak pengembang lainnya, melakukan tukar guling tanah kas desa atau membeli tanah milik warga secara langsung untuk dijadikan semacam perumahan sederhana (type 21 atau 27) bagi warga terdampak relokasi. Kemudian uang ganti rugi atas bangunan yang akan diterimakan oleh warga terdampak tidak diberikan, akan tetapi dijadikan uang muka atau DP rumah serta melakukan angsuran terhadap rumah yang dibangun tersebut atau singkatnya sistem KPR ( Kridit Kepemilikan Rumah),” papar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum DAS Wrati.
    ” Kami percaya bahwa tidak ada pemerintah disuatu negara manapun yang akan menyengsarakan rakyatnya. Memang disemua pembangunan infrastruktur percepatan ekonomi yang dilakukan pemerintah, pasti akan timbul dampak sosial bagi warga sekitar. Namun demikian akan hasilnya akan dapat dinikmati oleh kebanyakan rakyat,salah satu contoh yakni pembangunan jalan tol trans jawa. Sedemikian pula perlu juga dicarikan solusi atas dampak sosial yang ada,” pungkas Ki Demang sapaan akrab Henry Sulfianto. (tim)

    COPYRIGHT © 2021 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan