Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi
“Sesunggunya amal perbuatan itu tergantung niatnya”.
Salah satu niat pembentukan Bank Syariah Indonesia (BSI) ialah keuangan syariah milik BSI harus kompetitif dan dapat memenuhi kebutuhan berbagai segmen nasabahnya, mulai dari UMKM, korporasi, hingga retail. BSI juga diharapkan dapat memfasilitasi nasabah agar cepat naik kelas dan menjadi tulang punggung ekonomi negara.
Tentu saja dalam situasi dan kondisi memulai menata kembali dengan semangat dan manajemen baru, maka berpikir positif jauh lebih tepat, dengan harapan BSI akan menjadi gerakan menaikkan derajat umat.
Diketahui, Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa yang akan datang.
Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.
Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist.
Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia Sunting
Perbankan syariah di Indonesia dimulai ketika Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) didirikan di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui serangkaian lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua, Bogor, tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Dari hasil ini kemudian berkembang menjadi PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan mulai beroperasi tahun 1992. Pertumbuhan perbankan syariah masih lambat pada masa itu dan pada periode tahun 1992 – 1998 hanya ada satu unit bank syariah. Pada tahun 1998 disahkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Unit Usaha Syariah yang memungkinkan bank konvensional membuka Unit Usaha Syariah (UUS).
Kemudian pada tahun 2008 disahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menandai era bangkitnya perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 2005 tercatat jumlah bank umum syariah hanya 304 buah unit usaha, syariah 19 buah, BPRS 92 buah dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 643 buah bank umum syariah, 25 buah unit usaha syariah, dan 133 buah BPRS.
Senin (1/2/2021) di Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo menaruh harapan besar bagi Bank Syariah Indonesia (BSI) yang baru saja terbentuk untuk dapat berkontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah dan menyejahterakan umat serta rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, saat meresmikan berdirinya PT Bank Syariah Indonesia Tbk sebagai hasil penggabungan tiga bank syariah Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), Presiden Joko Widodo menyampaikan sejumlah pesan bagi BSI dalam menjalankan operasinya di Indonesia.
Pertama, Bank Syariah Indonesia harus benar-benar menjadi bank syariah yang universal. Artinya, harus terbuka, inklusif, menyambut baik siapapun yang ingin menjadi nasabah agar menjangkau lebih banyak masyarakat di Tanah Air.
Kedua, pada prinsip ekonomi dan keuangan syariah, operasional BSI tidak hanya terbuka bagi umat muslim saja, tapi juga dapat diikuti oleh nasabah dari berbagai kalangan.
Dengan catatan, semua yang mau bertransaksi atau berinvestasi secara syariah harus disambut dengan baik.
Ketiga, agar BSI mampu memaksimalkan penggunaan teknologi digital. Digitalisasi tersebut wajib dilakukan untuk dapat menjangkau mereka yang selama ini belum dapat dilayani oleh layanan perbankan.
Berkaitan dengan itu, BSI juga harus mampu menarik minat generasi muda untuk menjadi nasabah dan turut berperan dalam memajukan ekonomi serta keuangan syariah di Indonesia. Sebab, jumlah generasi muda Indonesia saat ini yang cukup besar menjadi peluang bagus bagi perwujudan hal tersebut.
Sebagaimana diketahui, jumlah generasi muda milenial Indonesia saat ini mencapai 25,87 persen dari total 270 juta penduduk Indonesia. Ini sebuah jumlah yang sangat besar.
Untuk menjangkau lebih banyak nasabah, produk dan layanan
sebagai barometer perbankan syariah Indonesia, diharapkan agar Bank Syariah Indonesia harus jeli dan gesit menangkap peluang, mampu menciptakan tren-tren baru dalam perbankan syariah, dan bukan hanya mengikuti tren yang sudah ada.
Sekali lagi, niat menaikkan derajat umat dengan berbagai usaha atau ikhtiar sangat baik, dalam mendorong umat dari berbagai lapisan menjadi kekuatan ekonomi lokal, regional dan nasional.
Apalagi membidik sekitar 65 juta anak muda dengan kreatifitas dan inovasi masih sangat kuat, maka tidak tertutup kemungkinan jika dimenej dengan sungguh-sungguh akan menjadi kekuatan Indonesia dimata dunia, sekaligus mendorong produk halal dari Indonesia untuk dunia. (*)