Rabu, 11 Desember 2024
25 C
Surabaya
More
    OpiniTajukKekerasan Wartawan di Banyuwangi Wajib Diusut Tuntas

    Kekerasan Wartawan di Banyuwangi Wajib Diusut Tuntas

    Oleh DjokobTetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi

    Kabar tentang sikap dan perilaku sewenang-wenang salah satu kontraktor di Banyuwangi, dengan melakukan kekerasan kepada wartawan salah satu penerbitan wajib diusut sampai tuntas.

    Para penggiat kemerdekaan pers maupun kebebasan berpendapat sebagaimana dilindungi Undang-Undang Dasar 1945, harus bersama-sama melawan dan mengusut secara profesional dengan tetap memegang teguh penyelesaian secara berkeadilan.

    Mengapa? Masyarakat dan wartawan dilindungi undang undang, sebagaimana Pasal 28F UUD 1945, bahwa; “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

    Sebab dengan dalih kebenaran, kemudian melakukan kekerasan terhadap siapa saja sangat melanggar hak asasi manusia. Bahkan termasuk melanggar KUHP (Pidana).

    Diketahui, Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, dilarang dalam hukum pidana. Karena penggunaan kekerasan akan membawa akibat berupa luka ataupun kematian, dan diancam dalam Pasal 170 KUHPidana.

    Rumusan Pasal 170 KUHPidana, dalam terjemahan oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional, adalah sebagai berikut;
    “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.

    Rumusan pasal ini dalam terjemahan P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir adalah,
    (1) Barangsiapa secara terbuka dan secara
    bersama-sama melakukan kekerasan terhadap manusia atau barang, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun dan enam bulan.
    (2) Orang yang bersalah itu dihukum:
    1. dengan hukuman penjara selama- lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja telah menghancurkan barang- barang atau jika kekerasan yang telah dilakukannya itu telah menyebabkan
    orang mendapat luka pada tubuhnya;
    2. dengan hukuman penjara selama- lamanya sembilan tahun, jika kekerasan tersebut telah menyebabkan orang
    mendapat luka berat pada tubuhnya;
    3. dengan hukuman penjara selama- lamanya duabelas tahun, jika kekerasan tersebut telah menyebabkan matinya
    orang.
    (3) Pasal 89 tidak diberlakukan dalam hal ini.
    Berdasarkan terjemahan-terjemahan tersebut, yaitu terjehamahan BPHN dan terjemahan oleh Lamintang & Samosir, dapat ditarik unsur-unsur dari pasal 170 ayat (1) KUHPidana ini sebagai berikut :
    1. Barangsiapa;
    2. Dengan terang-terangan/secara terbuka;
    dan,
    3. Dengan tenaga bersama/secara bersama-
    sama;
    4. Menggunakan/melakukan kekerasan; 5. Terhadap orang/manusia atau barang.

    Kekerasan kepada wartawan dengan dasar tidak puas terhadap pemberitaan, merupakan ancaman terhadap kemerdekaan pers.

    Padahal kelahiran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dengan pertimbangan sebagai berikut;
    Pertama, bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undnag-Undang Dasar 1945 harus dijamin.

    Kedua, bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

    Ketiga, bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;

    Keempat, bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;

    UU Pers memberikan hak kepada narasumber atau pihak terkait dengan pemberitaan dengan hak jawab. “Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya”.

    Selain itu, juga mempunyai hak koreksi, “Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain”.

    Dan dalam hal melakukan kewajiban koreksi sebagaimana Pasal 1 (ayat 13) “Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan”.

    Oleh karena itu, alasan apapun bahwa kekerasan kepada wartawan harus segera diluruskan dan diusut sampai tuntas. Jika tidak, maka di masa “media sudah banyak mati” dan “pers semakin terkebiri dan terdzalimi”, akan banyak kuburan media dan kuburan pers.

    UU Pers menegaskan pada Pasal 2 bahwa, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.

    Hal itu karena fungsi pers sangat berat di era modern dan digitalisasi, sebagaimana Pasal 3 UU Pers,
    (1)Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
    (2)Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

    Jika kekerasan sekecil apapun terhadap wartawan dibiarkan dan ditolerir, maka akan melanggar jaminan atas kemerdekaan pers sebagaimana Pasal 4 UU Pers,
    (1)Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
    (2)Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
    (3)Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
    (4)Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

    Apalagi, pers nasional mempunyai tugas dan tanggung jawab sangat berat, sebagaimana
    Pasal 5 UU Pers,
    (1) Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
    (2)Pers wajib melayani Hak Jawab.
    (3)Pers wajib melayani Hak Koreksi.

    Bahkan dalam upaya mendorong masyarakat mewujudkan
    supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; undang undang sudah mengatur sedemikian rupa sebagaimama, Pasal 6 UU Pers,
    “Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut”;
    a.memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
    b.menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan;
    c.mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
    d.melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
    c.memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

    Oleh karena itu, sekali lagi kekerasan terhadap wartawan atau siapa saja berkaitan dengan dampak atau pengaruh pemberitaan wajib menjaga supremasi hukum dengan mengusut sampai tuntas.

    Bahkan, jika terjadi pelanggaran atau kesalahan dilakukan wartawan, maka UU Pers memberikan hak kepada siapa saja untuk menempuh jalur hukum karena wartawan mempunyai organisai dan melaksnakan kode etik jurnalistik, sebagaimana Pasal 7 UU Pers,
    (1)Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
    (2)Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

    Bahkan amanat Pasal 16 UU Pers,
    “(1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan”

    (2)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
    a.memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    b.menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

    Ketentuan pidana pada UU Pers juga jelas sebagai menjaga keseimbangan berkeadilan dalam penegakan supremasi hukum, sebagaimana
    Pasal 18, bahwa;

    (1)Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

    (2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    (3)Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    Sebagaimana sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” pada butir;
    Pertama, sebagai manusia harus bisa mengakui persamaan hak, persamaan kewajiban maupun persamaan derajat.

    Keempat, tidak semena-kena terhadap orang lain. Ketujuh, berani membela kebenaran.

    Menegakan supremasi hukum berkeadilan dalam kasus kekerasan terhadap pers, dengan profesional dan proporsional merupakan kewajiban menjaga harkat dan martabat bangsa dan negara.

    Oleh karena itu, tanggung jawab menjaga kemerdekaan pers dan hak asasi manusia dengan prinsip keseimbangan yang berkeadilan, merupakan bagian mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan transparan, jujur, sejahtera, adil dan makmur. (*)

    COPYRIGHT © 2021 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan