Banyak yang membuat ulah aneh-aneh sekadar untuk cari sensasi dan mendapatkan konten untuk diunggah ke media sosial. Mereka melakukan “panjat sosial” alias pansos supaya pengikutnya semakin banyak.
Karena itu selebritas semacam Gisel ini akan terus-menerus bermunculan. Selebritas yang menjadi pelacur online akan terus bermunculan, karena tidak ada mekanisme hukum dan sosial yang bisa membuat mereka jera, malah sebaliknya banyak yang mendapat berkah pansos.
Mereka tidak dihujat atau dimusuhi, malah sebaliknya banyak yang memuji dan mendukung. Tindakan penyelewengan dalam perkawinan seperti yang dilakukan Gisel tidak dikecam tapi malah dianggap sebagai life style, gaya hidup, dan tren baru dalam pergaulan.
Penyelewengan extra marital ala Gisel disebut sebagai gaya hidup “open relation” yang banyak ditiru dan dipraktikkan pasangan perkotaan. Mereka menikah tapi punya “hubungan terbuka” dengan orang lain dan dilakukan atas sepengetahuan pasangan masing-masing.
Karena dianggap sebagai gaya hidup maka pelakunya tidak merasa bersalah atau berdosa, tapi malah bangga karena bisa mengikuti gaya hidup dan tren terkini. Kalau toh ada hukuman tidak akan menghancurkan karir mereka malah bisa dipakai untuk sarana pansos.
Banyak sekali selebritas sejenis itu yang sekarang makin populer dan menjadi pemengaruh (influencer) di media sosial dengan pengikut yang besar. Mereka menjadi endorser (pendukung) bagi banyak produk mulai dari pakaian sampai makanan dan obat-obatan. Nasihat mereka didengarkan dengan patuh oleh para pengikutnya.
Di tengah situasi pagebluk Covid 19 yang membingungkan ini para selebritas muncul menjadi orang bijak yang memberi petitah-petitih. Luna Maya pun berbicara mengenai pandemi dan menjadi viral, dipercaya dan diikuti banyak pengikutnya. Semua pada lupa bahwa sekian tahun yang lalu Luna Maya menjadi pelaku video mesum persis yang dilakukan Gisel sekarang ini.
Kepakaran telah mati. The Death of Expertise, kata ahli ilmu sosial Amerika Serikat, Tom Nichols (2017). Orang bisa bicara apa saja di media sosial tanpa didasari pengetahuan yang cukup dan keahlian yang memadai. Para selebritas itu jauh lebih didengar omongannya dibanding profesor dari universitas ternama.
“Era yang sangat berbahaya”, kata Tom Nichols, karena belum pernah ada era seperti sekarang ketika semua orang mempunyai akses yang sangat terbuka dan berlimpah terhadap berbagai macam pengetahuan tetapi semakin enggan masyarakat untuk mempelajarinya.
Karena itu lantas muncul para selebritas pansos yang bicara apa saja tanpa kompetensi apa pun. Orang-orang yang mempunyai kualifikasi dan keahlian tertentu malah tersingkir dan seringkali dihujat dan dipersekusi.
Habib Rizieq, Gus Nur, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, hanyalah sebagian saja dari contoh matinya kepakaran. Mereka yang punya komitmen terhadap nilai-nilai tertentu dalam politik maupun agama harus menghadapi tanggung jawab hukum yang pahit.
Sementara di sisi lain banyak selebritas, yang tidak punya kompetensi dan tidak punya nilai-nilai yang diperjuangkan, malah menikmati gelimang kemakmuran karena matinya kepakaran. (*)