Oleh :Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi Transparansi)
Silang sengkarut penanganan percepatan Covid-19 secara nasional, semakin mengkhawatirkan. Penyebaran virus Corona masih cenderung naik secara signifikan, bahkan belum jelas model pelayanan terhadap wabah atau musibah ini, keberhasilan dan kegagalan dalam berbagai program prioritas.
Yang pasti, Koordinator Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Dokter Joni Wahyuadi, mengaku bahwa melihat tingkah laku dan disiplin warga Surabaya, belum mampu menyatakan kesanggupan memenuhi perintah Presiden Joko Widodo.
Situasi dan kondisi Kota Surabaya, merupakan potret Covid-19 di Indonesia, mengingat data sampai tanggal 12 Juli 2020, sebagaimana di grup Satgas Kehumasan Gugus Tugas Covid-19 Pemprov Jatim, Kota (Surabaya; kasus positif 7.093, sembuh 3.395, wafat 600), (Sidoarjo; kasus positif 2.365, sembuh 561, wafat 139), (Gresik; kasus positif 1.137, sembuh 229, wafat 104). Data total Surabaya Raya (kasus positif 10.594, sembuh 4.185, wafat 843) dari total data kasus di Jatim (kasus positif 16.123, sembuh 6.338, wafat 1.222).
Potret Surabaya Raya karena sama dengan sikap dan perilaku secara nasional bahwa banyak warga kurang patuh, bahkan cenderung melanggar protokol kesehatan. Khususnya Kota Surabaya, di antaranya
ada kesalahan informasi sejak awal dan itu semakin berkembang menjadi kekuatan penyebarluasan Covid-19. Pertama, bahwa menganggap virus Corona (maaf) seperti tidak ada dan mudah ditangani atau diselesaikan dengan obat-obat murah atau herbal, tetapi hingga kini belum ada kejelasan.
Kedua, memberikan pemahaman bahwa mempertahankan dan memperkuat roda ekonomi dengan berbagai aktifitas perdagangan tetap jalan, tetapi di kalangan bawah, dengan kerumunan dan disiplin memakai masker sangat rendah, merupakan ancaman tertunda potensi penularan dan penyebaran Covid-19.
Ketiga, ketika penanganan percakapan Covid-19 masih remang-remang, belum menunjukkan hasil nyata. Termasuk penenuan zona wilayah dengan jelas dan tegas, zona hijau, zona kuning dan zona merah dengan sikon tentu saja berbeda-beda. Bahkan dengan kondisi seperti itu, justru menolak perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan mengeterapkan menuju kehidupan normal baru.
Keempat, kampung tangguh atau kampung wani jogo Covid-19, seakan-akan sudah mampu menangani penebaran virus Corona, dengan tanpa melakukan kampanye menjaga kondisi lingkungan dengan baik, termasuk mengeterapkan protokol kesehatan ketika zona hijau dan mampu mengeterapkan protokol kesehatan.
Kelima, penyampaian informasi ke publik cenderung “monoton” dan terus menerus mempublikasikan jumlah korban dan korban. Bukan mempublikasikan aktifitas atau kinerja Tim Gugus Tugas dalam penanganan percepatan Covid-19, dan program prioritas penanganan wilayah terdampak, baik sosial, ekonomi, budaya, juga kehidupan normal baru berbangsa dan bernegara.