Disamping itu, kata Kodrat, sistem zonasi seharusnya tidak kaku, melainkan harus ada perlakuan khusus bagi daerah yang tidak memiliki sekolah baik negeri maupun swasta.
Sementara, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, untuk melakukan verifikasi secara teliti terhadap setiap berkas persyaratan. Terkait adanya indikasi pemalsuan data dalam dokumen kependudukan seperti SKD. Ia meminta agar dilakukan tindakan tegas sesuai dengan aturan yang berlaku jika ditemukan pemalsuan berkas.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Wahid Wahyudi, menyebut seluruh calon peserta didik baru yang mendaftar hanya 8% yang menggunakan SKD. Sedangkan 92% lainnya menggunakan Kartu Keluarga yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
“Kami akan menindak tegas (bagi yang melakukan kecurangan) sesuai arahan bu Gubernur. Selain itu kami akan untuk melakukan verifikasi secara teliti terhadap semua persyaratan,” tegas Wahid.
Tindakan tegas yang dimaksud Wahid, yaitu pembatalan status penerimaan calon peserta didik baru yang bersangkutan, selain konsekuensi hukum lain sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Di samping itu, Wahid menjelaskan terkait persoalan pada penurunan pagu PPDB di jalur zonasi. Hal tersebut kata dia karena terdapat siswa kelas X SMA negeri tertentu yang tidak naik kelas, yang baru saja diputuskan sekolah. Dengan demikian pagu sekolah yang telah diumumkan akan disesuaikan melalui pengurangan sejumlah siswa kelas X yang tidak naik kelas.
“Misalnya jika pagu awal sebuah sekolah berjumlah 100, sementara ada 3 siswa kelas X di SMA tersebut yang tidak naik kelas, maka pagu akan disesuaikan menjadi 97. Namun jika di suatu sekolah seluruh siswa kelas X naik kelas, maka pagu awal sekolah tidak akan mengalami perubahan,” papar Wahid.
Seluruh penyesuaian pagu, tambah Wahid akibat siswa yang tidak naik kelas tersebut diumumkan secara transparan di website resmi PPDB Jawa Timur tahun 2020. (guh)