Rabu, 11 Desember 2024
25 C
Surabaya
More
    EkbisRUU Cipta Kerja Dorong Kesejahteraan Buruh dan Keselamatan Lingkungan

    RUU Cipta Kerja Dorong Kesejahteraan Buruh dan Keselamatan Lingkungan

    JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Dalam perspektif ekonomi saat ini, variabel tingkat pengangguran dianggap merupakan salah satu inti pengukuran keberhasilan kinerja pemerintah.

    Tugas mendasar pemerintah adalah mengatasi hal tersebut, dengan tetap memperhatikan kesejahteraan kaum buruh serta keselamatan lingkungan melalui penciptaan lapangan kerja.

    “Tidak ada gunanya bicara mengenai tingkat pendapatan, tingkat kesehatan, dan tingkat pendidikan jika tidak bekerja.” tutur Ketua Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Tirta Hidayat pada Diskusi Publik Omnibus Law, di Universitas Trisakti Jakarta

    Tirta menambahkan, bahwa dalam mempelajari ekonomi ada yang disebut dengan istilah lingkaran setan yang memuat aspek pendapatan, pendidikan, dan kesehatan. Seseorang yang memiliki pendapatan rendah tidak mungkin mampu mengenyam pendidikan yang baik dan mendapatkan akses kesehatan yang baik.

    “Dia akan terus berada dalam lingkaran setan. Oleh karena itu Pemerintah merancang UU Cipta Kerja guna meningkatkan lapangan kerja melalui perbaikan iklim investasi” tuturnya.

    Saat ini RUU Cipta Kerja kerap kali dikatakan dapat menurunkan tingkat kesejahteraan buruh dan pekerja. Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Bidang Perekonomian, Yulius menyatakan bahwa justru dengan RUU Cipta Kerja buruh dan pekerja akan lebih sejahtera.

    Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga upah minimal buruh di Indonesia jauh lebih tinggi. Tingginya upah minimum tersebut membuat tingkat kompetitif produk dalam negeri menjadi kalah dalam perdagangan internasional maupun regional.

    Namun upah buruh yang tinggi tersebut tidak diiringi dengan produktivitas yang tinggi. “Kalau ada negara yang upahnya tinggi tapi produktivitas tinggi tidak masalah,” imbuhnya.

    Yulius menceritakan, mulanya Ia dan tim mencoba menghitung upah buruh berdasarkan safety net. Namun ketika dihitung hasilnya jauh dari safety net sehingga pihaknya mengambil jalan tengah. “Karena saat ini kondisi sedang tidak membaik, buruh juga banyak terkena PHK. Tetap kita pastikan upah buruh itu naik,” tuturnya.

    Pihaknya juga menjelaskan terkait dengan turunnya pesangon. “Sedikit kami turunkan, tidak terlalu jauh dari 19 menjadi 17. Tapi ditambahkan dengan fasilitas-fasilitas. Misalnya diberikan pendidikan, diberikan nilai-nilai program kartu prakerja,” ujar Yulius.

    Yulius juga menyatakan bahwa dengan RUU Cipta Kerja hak-hak antara Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan pekerja normal disamakan. “Jadi sebenarnya kalau dikatakan bagi buruh menjadi lebih buruk itu sangat sangat salah,” imbuhnya.

    Terkait dengan aspek lingkungan, Nanda Nuridzki selaku Tim Penyusun RUU Cipta Kerja menuturkan bahwa saat ini Pemda mensyaratkan dokumen izin seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

    Nanda menilai proses pembuatan dokumen tersebut dapat menghabiskan waktu dan biaya serta belum tentu menjamin bahwa kerusakan lingkungan dapat dihilangkan. “Hal ini yang ingin kita ubah. Lalu kita mencoba mengubah itu menjadi standar” imbuhnya.

    Dengan adanya pergeseran perizinan ke standar Pemerintah berupaya memperkuat pada aspek pengawasan. Pemerintah telah menyusun bagaimana metode pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat menjamin tidak terjadinya kerusakan lingkungan. “Itu yang ingin kita tekankan disini,” tutur Nanda.

    Nanda juga menegaskan bahwa AMDAL tidak dihilangkan. Untuk usaha yang berdampak tinggi pada lingkungan AMDAL adalah hal yang wajib. “Begitu pula dengan yang menengah dan rendah, tetap ada UPK-UPL,”ujarnya.

    Pihaknya juga menyatakan bahwa proses pembuatan kerangka acuan didahulukan. Hal ini dilakukan agar proses perizinan tidak memakan waktu dan biaya yang tinggi. “Jadi AMDAL tetap ada, prosesnya di efisienkan tanpa mengurangi esensi dari dokumen perizinan lingkungan,” imbuhnya. (guh)

    COPYRIGHT © 2020 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan