Ekbis  

RUU Cipta Kerja Dorong Kesejahteraan Buruh dan Keselamatan Lingkungan

RUU Cipta Kerja Dorong Kesejahteraan Buruh dan Keselamatan Lingkungan

Pihaknya juga menjelaskan terkait dengan turunnya pesangon. “Sedikit kami turunkan, tidak terlalu jauh dari 19 menjadi 17. Tapi ditambahkan dengan fasilitas-fasilitas. Misalnya diberikan pendidikan, diberikan nilai-nilai program kartu prakerja,” ujar Yulius.

Yulius juga menyatakan bahwa dengan RUU Cipta Kerja hak-hak antara Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan pekerja normal disamakan. “Jadi sebenarnya kalau dikatakan bagi buruh menjadi lebih buruk itu sangat sangat salah,” imbuhnya.

Terkait dengan aspek lingkungan, Nanda Nuridzki selaku Tim Penyusun RUU Cipta Kerja menuturkan bahwa saat ini Pemda mensyaratkan dokumen izin seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

Nanda menilai proses pembuatan dokumen tersebut dapat menghabiskan waktu dan biaya serta belum tentu menjamin bahwa kerusakan lingkungan dapat dihilangkan. “Hal ini yang ingin kita ubah. Lalu kita mencoba mengubah itu menjadi standar” imbuhnya.

Dengan adanya pergeseran perizinan ke standar Pemerintah berupaya memperkuat pada aspek pengawasan. Pemerintah telah menyusun bagaimana metode pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat menjamin tidak terjadinya kerusakan lingkungan. “Itu yang ingin kita tekankan disini,” tutur Nanda.

Nanda juga menegaskan bahwa AMDAL tidak dihilangkan. Untuk usaha yang berdampak tinggi pada lingkungan AMDAL adalah hal yang wajib. “Begitu pula dengan yang menengah dan rendah, tetap ada UPK-UPL,”ujarnya.

Pihaknya juga menyatakan bahwa proses pembuatan kerangka acuan didahulukan. Hal ini dilakukan agar proses perizinan tidak memakan waktu dan biaya yang tinggi. “Jadi AMDAL tetap ada, prosesnya di efisienkan tanpa mengurangi esensi dari dokumen perizinan lingkungan,” imbuhnya. (guh)