Data DPM-PTSP tercatat, nilai investasi di Kota Surabaya pada triwulan III atau hingga September 2019 mencapai Rp 36,89 triliun. Nominal tersebut berasal dari tiga sumber, yakni Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp 4,29 triliun, Penanaman Modal Asing (PMA) Rp 0,14 triliun, dan Rp 32,46 triliun dari non-fasilitas.
Menurutnya, non-fasilitas masih menjadi penyumbang dominan dalam pencapaian tersebut. Non-fasilitas merupakan investor yang kebanyakan berasal dari lokal. Seperti, usaha rintisan startup, UMKM dan industri-industri rumahan kecil. Akan tetapi, saat ini presentase perekonomian lebih banyak didominasi startup digital. “Ternyata trend dengan perekonomian jual beli menggunakan digital saat ini sangat tinggi. Seperti di mal-mal, jual beli serba digital. Ini yang ke depan kita berusaha masuk ke sana lebih mendalami lalu lintas ekonomi digital,” imbuhnya.
Bahkan, untuk mendukung trend investasi di Surabaya, pemkot memastikan telah mempermudah semua perizinan, termasuk bagi pelaku usaha baru. Tentu saja, hal itu demi menarik investor dari dalam dan luar negeri supaya menanamkan modalnya di Surabaya.
Salah satu pelaku usaha rintisan startup adalah Syamsul Qomar, Chief Executive Officer (CEO) Agenda Kota. Syamsul bersama rekan-rekannya mengaku selama ini sangat terbantu dengan layanan perizinan yang disediakan Pemkot Surabaya. “Kita juga sangat terbantu dengan layanan perizinan yang ada di Siola dan selama ini kita gratis,” kata Syam sapaan akrabnya.
Terlebih menurutnya, usaha startup sangat perlu sebuah legalitas. Sebab nantinya juga berkaitan dengan investasi. Akan tetapi, mengamankan sebuah produk agar tidak diklaim milik orang lain juga menjadi sangat penting. “Maka dari itu kita juga harus mendaftarkan hak cipta, apalagi semuanya sekarang sudah serba mudah karena melalui online,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Program Studi S2 Magister Manajemen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Gancar Candra Premananto menambahkan, sektor UMKM di bidang digital memang saat ini berpotensi besar di Asean. Tapi, di sisi lain, ia menilai bahwa persaingan di dunia digital juga terbilang tinggi. Sehingga butuh sebuah akses yang mendukung untuk pemasaran. “Hal seperti ini biasa terjadi pada pelaku usaha baru. Inilah tantangan yang harus diselesaikan bersama. Memang tantangannya adalah bagaimana memasarkan produk startup yang ada ini,” katanya. (wt)