Minggu, 6 Oktober 2024
34 C
Surabaya
More
    HeadlineKPU Tetap Usulkan Napi Korupsi tak Boleh Ikut Pilkada

    KPU Tetap Usulkan Napi Korupsi tak Boleh Ikut Pilkada

    JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengakui, salah satu bahasan yang disampaikan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019), adalah mengenai penyampaian Rancangan Peraturan KPU yang salah satunya masih mengusulkan larangan pencalonan terhadap mantan terpidana korupsi untuk ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

    “Pada saat Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) pemilu kemarin, KPU memasukkan itu dan kemudian di Judicial Review di Mahkamah Agung dibatalkan terkait yang narapidana korupsi, tetapi yang bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual terhadap anak itu tidak dibatalkan, terkait hanya korupsi,” terang Arief.

    Kemudian kenapa sekarang sudah ada pengalaman itu kok masih mengusulkan, menurut Arief, karena ada fakta baru yang dulu menjadi argumentasi dan sekarang patah sebetulnya argumentasi itu. Pertama, ungkap Arief, KPU tidak usah mengatur begitu, serahkan saja kepada pemilih, kepada masyarakat. Faktanya, ada calon yang sudah ditangkap, sudah ditahan, tapi terpilih juga.

    “Lah padahal orang yang sudah ditahan ketika terpilih dia kan tidak bisa memerintah, yang memerintahkan kemudian orang lain karena digantikan oleh orang lain. Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih kemudian menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih tapi orang lain,” ungkap Arief seraya menunjuk yang terjadi di Tulungagung dan Maluku Utara, pemilihan Gubernur Maluku Utara.

    Yang kedua, lanjutnya, ada argumentasi kalau sudah ditahan dia sudah menjalani berarti sudah selesai, sudah tobat, tidak akan terjadi lagi. Tapi faktanya, menurut Arief, Kudus itu kemudian sudah pernah ditahan, sudah bebas, nyalon lagi, terpilih, korupsi lagi.

    “Nah atas dasar dua fakta ini yang kami menyebutnya sebagai novum ini, maka kami mengusulkan ini tetap diatur di Pilkada,” terang Arief.

    Argumentasi berikutnya adalah Pileg yang mewakili semua kelompok. “Ya sudahlah, siapapun, kelompok apapun, tetap harus bisa diwakili. Tetapi Pilkada itu kan hanya memilih satu orang untuk menjadi pemimpin bagi semuanya, maka KPU ingin satu orang itu betul-betul mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik,” katanya.

    Salah satunya, jelasnya lagi, adalah punya rekam jejak yang baik. “Itu mengapa kami kemudian masih mengusulkan di dalam Pilkada,” ujar seraya menambahkan, bahwa  perdebatan saat ini sebetulnya sudah tidak sekeras dulu lagi.

    Tapi, lanjut Arief, pihaknya masih akan melakukan pembahasan lagi bersama DPR dan pemerintah di Komisi II. “Ya sekarang karena undang-undang belum waktunya direvisi, belum ada jadwal, yang sudah ada jadwalnya PKPU (Peraturan KPU) maka kita masukkan dulu ke PKPU,” ucapnya.

    Soal kemungkinan pilkada dilakukan kembali melalui DPRD, Arief Budiman mengatakan, kalau soal pilihan sistem, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pembuat Undang-Undang, Pemerintah dan DPR yang punya kewenangan untuk itu.

    “Tapi pedoman pada Undang-Undang yang berlaku, pemilihan sampai hari ini masih dilakukan secara langsung. Nanti soal evaluasi yang sistem itu biar pembuat Undang-Undang yang memutuskan,” katanya.

    Laporan ke Presiden

    Sebelumnya, Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju menerima pengurus KPU di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019).

    Menurut Arief, pihaknya melaksanakan salah satu kewajiban penyelenggara Pemilu sebagaimana yang diatur dalam UU 7/2017, bahwa  setelah selesai melaksanakan penyelenggaraan Pemilu, KPU wajib menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.

    “Hari ini kami sudah menyampaikan kepada Presiden dan selanjutnya kami sedang menunggu jadwal untuk bisa menyampaikan laporan kepada DPR,” kata Arief.

    Menurut Arief, beberapa catatan yang menjadi poin-poin penting yang disampaikan kepada Presiden,  misalnya terkait pelaksanaan seluruh tahapan yang sudah berjalan dengan baik. Kemudian terdapat beberapa catatan penting misalnya jumlah kandidat perempuan dalam Pemilu 2019 itu mengalami kenaikan, bukan hanya jumlah kandidat perempuannya tapi keterpilihannya itu juga mengalami kenaikan.

    Selain itu, KPU juga menyampaikan penggunaan anggaran yang diberikan oleh negara dalam 3 tahun anggaran, 2017, 2018 dan tahun anggaran 2019, diperkirakan karena ini tahun 2019 belum selesai semua diperkirakan penyerapan nanti secara total akan mencapai 86,33%.

    “Kami juga menyampaikan tren partisipasi pemilih di dalam pemilu 2019 yang mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Ketika Pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 tren itu grafiknya cenderung menurun walaupun di pemilu 2014 mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar, tapi di 2019 kita mengalami kenaikan hampir 7% dibandingkan Pemilu 2014,” terangnya. (wt)

    COPYRIGHT © 2019 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan