JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengakui, salah satu bahasan yang disampaikan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019), adalah mengenai penyampaian Rancangan Peraturan KPU yang salah satunya masih mengusulkan larangan pencalonan terhadap mantan terpidana korupsi untuk ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Pada saat Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) pemilu kemarin, KPU memasukkan itu dan kemudian di Judicial Review di Mahkamah Agung dibatalkan terkait yang narapidana korupsi, tetapi yang bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual terhadap anak itu tidak dibatalkan, terkait hanya korupsi,” terang Arief.
Kemudian kenapa sekarang sudah ada pengalaman itu kok masih mengusulkan, menurut Arief, karena ada fakta baru yang dulu menjadi argumentasi dan sekarang patah sebetulnya argumentasi itu. Pertama, ungkap Arief, KPU tidak usah mengatur begitu, serahkan saja kepada pemilih, kepada masyarakat. Faktanya, ada calon yang sudah ditangkap, sudah ditahan, tapi terpilih juga.
“Lah padahal orang yang sudah ditahan ketika terpilih dia kan tidak bisa memerintah, yang memerintahkan kemudian orang lain karena digantikan oleh orang lain. Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih kemudian menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih tapi orang lain,” ungkap Arief seraya menunjuk yang terjadi di Tulungagung dan Maluku Utara, pemilihan Gubernur Maluku Utara.
Yang kedua, lanjutnya, ada argumentasi kalau sudah ditahan dia sudah menjalani berarti sudah selesai, sudah tobat, tidak akan terjadi lagi. Tapi faktanya, menurut Arief, Kudus itu kemudian sudah pernah ditahan, sudah bebas, nyalon lagi, terpilih, korupsi lagi.
“Nah atas dasar dua fakta ini yang kami menyebutnya sebagai novum ini, maka kami mengusulkan ini tetap diatur di Pilkada,” terang Arief.
Argumentasi berikutnya adalah Pileg yang mewakili semua kelompok. “Ya sudahlah, siapapun, kelompok apapun, tetap harus bisa diwakili. Tetapi Pilkada itu kan hanya memilih satu orang untuk menjadi pemimpin bagi semuanya, maka KPU ingin satu orang itu betul-betul mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik,” katanya.
Salah satunya, jelasnya lagi, adalah punya rekam jejak yang baik. “Itu mengapa kami kemudian masih mengusulkan di dalam Pilkada,” ujar seraya menambahkan, bahwa perdebatan saat ini sebetulnya sudah tidak sekeras dulu lagi.
Tapi, lanjut Arief, pihaknya masih akan melakukan pembahasan lagi bersama DPR dan pemerintah di Komisi II. “Ya sekarang karena undang-undang belum waktunya direvisi, belum ada jadwal, yang sudah ada jadwalnya PKPU (Peraturan KPU) maka kita masukkan dulu ke PKPU,” ucapnya.