Surabaya – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri 2019/2020 di Provinsi Jawa Timur untuk jalur zonasi berbasis jarak rumah (50% dari pagu sekolah) dan Nilai Ujian Nasional (20% dari pagu sekolah) yang menggunakan sistem online (daring) telah dimulai pada Senin (17/6/2019) dan akan berakhir Kamis (20/6/2019) pukul 24.00 WIB.
Dalam proses PPDB yang telah berlangsung selama dua hari tersebut, Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (KOMPAK) Surabaya, menemukan banyak terjadi permasalah di sistem IT yang digunakan.
Jospan Koordinator KOMPAK Surabaya mengatakan, sistem seleksi online PPDB beralamat di ppdbjatim.net berkali-kali mengalami kesalahan pemeringkatan, di mana anak yang mestinya lolos pemeringkatan baik berdasarkan jarak rumah, maupun nilai UN, ternyata hilang dari daftar sementara peserta didik yang diterima.
“Sistem IT untuk seleksi yang dibangun teman-teman ITS ternyata belum siap, belum ada uji coba yang layak, sehingga saat pelaksanaan data pemeringkatannya kacau balau,” begitu Jospan dalam keterangan tertulis.
Dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut, Jospan menilai, sistem PPDB berbasis seleksi jarak tempat tinggal ke sekolah belum siap diterapkan di Kota Surabaya.
Selain itu, dari berbagai temuan dalam PPDB dua hari ini, terbukti PPDB dengan menggunakan jarak rumah sebagai pertimbangan, sangat tidak adil bagi anak dan justru tidak terbukti bahwa sistem ini betul-betul mendekatkan anak ke sekolah.
“Misal, anak yang jarak rumahnya lebih dekat hanya beberapa ratus meter ke SMA A, ternyata malah diterima di SMA B yang jaraknya lebih satu kilometer,” ujar Jospan.
Fakta lain yang ditemukan, anak yang jarak rumahnya hanya 500-an meter dari sekolah juga tidak diterima di PPDB, berhubung pagu zonasi sekolah yang dipilih telah penuh.
“Padahal anak tersebut memiliki hasil belajar yang jauh lebih baik dari anak-anak yang diterima. Lantas kemana anak-anak tersebut harus sekolah?” tanyanya.
Karenanya, KOMPAK menuntut agar PPDB SMAN di Jatim dihentikan dan dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sekolah yang terbatas di Surabaya dan sebarannya yang tidak merata.
“Tunda dan hentikan sistem PPDB online sampai dengan siapnya sistem dan dievaluasi dengan menerapkan prinsip yang berkeadilan melihat kondisi aktual Surabaya,” tegasnya.
Disampaikan pula, mempertimbangkan berbagai masalah diatas, tidak ada salahnya dan jauh lebih siap, baik bagi Dinas Pendidikan Jatim maupun warga Surabaya, jika kembali menggunakan sistem PPDB tahun lalu.
“Kembali ke sistem PPDB tahun lalu yang mengakomodasi hasil belajar anak dan lebih berkeadilan dan sesuai hak azasi anak dalam memperoleh pendidikan berkualitas,” katanya.
Senada, Ferry Koto dari Dewan Pendidikan Surabaya (DPS) berharap Dinas Pendidikan Jawa Timur memperhatikan berbagai permasalahan yang telah muncul dari PPDB online berbasis jarak kali ini, dan segera melakukan evaluasi baik secara sistem IT maupun mekanisme seleksi.
“Karena keterbatasan jumlah SMAN di Surabaya, daya tampung yang hanya enam ribuan, dan jumlah lulusan SMP yang mencapai 67 ribuan, maka harus dilakukan seleksi penerimaan yang berkeadilan,” ujarnya.
Menurut Ferry, dengan terbatasnya daya tampungan SMAN di Surabaya dan sebarannya yang tidak merata di seluruh kecamatan yang ada, maka kompetisi untuk memperoleh kesempatan belajar di SMA Negeri tidak dapat dihindari.
“Kompetisi haruslah dirancang dengan ukuran yang bersumber dari anak, bukan berdasarkan kemampuan orang tua, seperti kemampuan membeli atau menyewa rumah dekat ke sekolah. Sistem yang adil itu adalah seleksi berbasis hasil belajar anak. Yang bisa kita terima saat ini yakni hasil ujian nasional,” ujarnya.
Ferry berharap sosialisasi PPDB online harus lebih gencar dilakukan Dinas Pendidikan Jatim, karena terbukti akibat kurangnya sosialisasi banyak anak yang gagal masuk SMAN karena salah dalam strategi pendaftaran. (bjt/wt)