Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya Martadi mengungkapkan terkait tiga hal dalam PPDB Surabaya. Pertama adalah mitra warga yang mengacu pada Perwali. Mitra warga ini akhirnya mendapat kepastian untuk menerima layanan pendidikan. Kedua, PPDB Kota Surabaya relatif mampu mengakomodasi berbagai kepentingan. Seperti memberi ruang anak-anak beprestasi melalui jalur prestasi, zonasi kawasan, dan di sisi lain mengakomodir zonasi yang mendekatkan sekolah dengan tempat tinggal.
“Pola PPDB Kota Surabaya tidak keluar dari Permendikbud 51/2018. Ini bisa dipedomani dan dijalankan, tinggal memastikan semua sekolah betul-betul mendapat penguatan peningkatan mutu,” ujarnya.
Ketiga, kata Martadi, berkaitan dengan kartu keluarga (KK) luar kota. Sesuai filosofi Permendikbud 51/208, siswa harus dekat dengan sekolah dan bisa berkumpul dengan keluarga. Untuk itu, calon siswa dari luar Kota Surabaya diharapkan sekolah di daerahnya masing-masing yang dekat dengan tempat tinggal. “Mudah mudahan tiga kombinasi itu tidak keluar dari regulasi yang sudah ditetapkan Kemendikbud, tapi di sisi lain karakterisktik Kota Surabaya bisa terakomodasi dengan baik,” jelasnya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya Chandra Oratmangun menambahkan, pada tahun 2018 lalu didapati masalah anak yang merupakan KK luar Kota Surabaya, jumlahnya mencapai 225 anak. Mereka kebanyakan di Surabaya menumpang ke KK nenek, kakek, atau paman. Artinya jauh dari orang tua. Sementara, pada tahun 2019 didapati sebanyak 158 anak bermasalah dari luar Surabaya.
“Kita sepakat bahwa pendidikan yang pertama dan utama adalah keluarga, jadi pola PPDB ini diharapkan anak-anak bisa berkumpul dengan keluarga dan dekat dengan sekolah,” tandasnya. (wt)