Surabaya – Pemeriksaan dokumen dan muatan kapal di tengah laut oleh berbagai kapal Patroli dari instansi berlainan yang terjadi selama ini dianggap membebani stake holder pelayaran.
Selain kapal kargo (INSA) dan kapal angkutan barang tradisional (PELRA) termasuk diantaranya kapal nelayan kerap diberhentikan ketika tengah berlayar atau sedang menangkap ikan dengan dalih inspeksi dokumen, muatan atau kelayakan kapal.
Operasi tersebut dinilai sangat merugikan. Sebab sebelum berangkat dari pelabuhan asal, kelengkapan dokumen kapal maupun angkutan barang sudah diperiksa oleh otoritas pelabuhan untuk bisa mendapatkan Surat Ijin Berlayar (SIB), artinya kapal dinyatakan clear muatannya dan laik laut serta lengkap dokumennya.
Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan meminta instansi yang menahan kapal karena dugaan ada muatan yang bermasalah juga diharapkan tidak merugikan perusahaan shipping karena kapalnya ditahan berbulan bulan bahkan sampai setahun. Bahkan lebih.
Penahanan kapal itu sangat tidak berdasar. Seban yang bermasalah adalah muatan atau kargo, bukan kapalnya. Hal tersebut sangat merugikan disamping jadwal waktu pengiriman barang tidak tepat dan bertambahnya biaya pelayaran serta kerugian materi karena kapal tidak bisa beroperasi.
Dalamnpantauan Oki Lukito, sedikitnya terdapat 13 instansi yang mempunyai kewenangan di laut sesuai dengan ketentuan Undang Undang (UU) yang dimiliki. Sebanyak 7 instansi diantaranya memiliki kapal patroli yaitu TNI-AL, Polair, KPLP (Kementerian Perhubungan), Bea Cukai (Kementerian Keuangan), Satgas 115 (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan Bakamla.
Dengan banyaknya instansi yang mengurusi laut seharusnya pemangku kepentingan pelayaran merasa nyaman dan aman selama berada di laut.