Dijelaskan, berdasarkan surat Kemendagri, batas untuk melakukan perekaman E-KTP bagi setiap kabupaten/kota di Indonesia adalah 20 Maret 2019. Namun, karena dinilai terlalu mepet, akhirnya pihaknya mengajukan agar batas akhir perekaman E-KTP di Surabaya diperpanjang hingga 31 Maret 2019. “Deadline Kemendagri 20 Maret. Tapi kita push sampai 31 Maret. Karena kita komunikasi dengan Kemendagri juga baik, Insya Allah walaupun 31 Maret nanti bisa diakui oleh Kemendagri,” jelasnya.
Berdasarkan data SIAK, per tanggal 5 Maret 2019, jumlah warga Surabaya yang belum melakukan perekaman E-KTP mencapai 98 ribu orang. Namun, pihaknya belum bisa memastikan apakah jumlah tersebut sesuai dengan data lapangan. Sebab, data penduduk itu sifatnya dinamis, dan bisa berubah-ubah setiap saat.
“Karena data itu bergerak tiap hari, ada datang dan pindah. Karena itu, sekarang seluruh camat dan lurah mendata data itu, untuk memastikan warga tersebut ada atau tidak,” ujarnya.
Tentang kebutuhan blangko E-KTP, Agus memastikan jika saat ini suplainya dinilai aman, karena setiap Minggu kebutuhannya dipenuhi pusat. “Dulu rata-rata 15 ribuan perminggu. Dan ke depan kami akan minta lebih,” terangnya.
Ia menambahkan, agar proses perekaman E-KTP di Surabaya bisa segera rampung, pihaknya telah menyiapkan 12 hingga 14 alat rekam yang akan stay di Gedung Siola. Sementara untuk sisanya, 6 -7 alat, akan dioptimalkan untuk mobile. Ia mengaku dalam tiap hari, warga yang melakukan perekaman E-KTP sekitar 300 – 400 an. Namun jika program ini berjalan, diharapkan bisa sepuluh kali lipatnya. “Saya berharap kepada warga Surabaya yang belum melakukan perekaman agar bisa memanfaatkan itu,” katanya. (wt)