Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI TB. Soenmandjaja didampingi Anggota Komisi III DPR RI Saiful Bahri Ruray dan Endang Maria Astuti menerima audiensi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang tak kunjung tuntas dibahas menjadi topik utama diskusi.
“Kira-kira sudah 35 tahun, DPR bersama pemerintah berusaha mengubah UU KUHP ini. Sudah banyak yang dikurangi terutama setelah bermunculan pidana-pidana khusus,” jelas Soenmandjaja saat memimpin audiensi di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta.
Pertemuan tersebut bertemakan “Studi Hukum Sebagai Sarana Mahasiswa
dalam Mewujudkan Reformasi Hukum yang Berkeadilan”. Sebanyak 45
mahasiswa dari Fakultas Hukum UMS mendatangi Komisi III DPR RI
dibimbing oleh dua dosen pembimbingnya Iswanto dan Galang Taufani.
Menurut Soenmandjaja, RUU ini diusulkan oleh Presiden dan pemerintah. Sampai saat ini pemerintah sudah menyampaikan naskah akademik sampai dengan draf RUU, yang kemudian dibahas bersama-sama dengan DPR RI.
Namun hingga saat ini, diungkapkan Soenmandjaja, pada tiga kali masa
sidang pembahasan RUU KUHP sedang mengalami stuck.
“Kita mengetahui bahwa setiap RUU dibahas bersama dengan DPR dan
pemerintah, untuk mendapat persetujuan bersama. Kalau RUU dibahas, seluruh ahli-ahli dan guru besar, sampai ahli-ahli bahasa hadir.
Baik bahasa Indonesia, bahasa hukum. Bahkan kami di DPR untuk meletakkan titik, koma, menunggu fatwa dari ahli bahasa,” ungkap legislator PKS itu.
Di pihak lain, salah satu mahasiswa FH UMS Angkasa mengatakan, masyarakat dan para akademisi masih banyak yang melihat ada problem dalam KUHP. Ia ingin mengetahui sampai mana penyusunan RUU KUHP.
“RUU KUHP usianya hampir sama dengan negara ini, sampai tujuh kali pergantian Presiden, tapi RUU KUHP ini masih belum bisa disahkan. Janji pemerintah, pengesahan RUU KUHP pada 18 Agustus. Tapi tidak bisa menjadi kado dirgahayu Indonesia,” papar Angkasa, mahasiswa Semester 5 FH UMS itu. (rom)