Kalau begini terus, lanjut Muna, suasana jemaah yang jadi korban akan meledak dan meledak lagi. Karena itu, kalau pada masa sidang mendatang tidak ada hal yang bisa memberi solusi, terlebih Kemenag memberikan izin travel dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang menurut MUI sifatnya ghoror. Padahal ghoror itu haram hukumnya, mengapa Kemenag tidak menyetop travel bodong tersebut.
“Ini warning terakhir dari Komisi VIII. Sejak kasus First Travel, mengapa Kemenag tidak mengembangkan hingga aparat terbawah, sehingga muncul kasus serupa,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Mustaqim. Ia sependapat bahwa jawaban Direktur Umrah tidak merefleksikan hasil kesimpulan raker dengan Menag sebelumnya.
Pemaparannnya dinilai semuanya normatif, dan tidak lengkap. Sebab bila menyebut biro perjalanan wisata mestinya merefleksikan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan adanya UU yang tidak dimasukkan, maka putus mata rantainya.
Dia menekankan, harus ada solusi konkret dari travel bermasalah ini, agar tidak melebar kemana-mana. Dalam catatannya, kalau Abu Tours ditambah kasus First Travel dan lainnya, maka korbannya menembus angka 200 ribu lebih, jemaah umrah gagal berangkat.
“Saya ngeri kalau ini menjadi sebuah kekuatan massa yang menggalang secara politis, yakin tidak bisa dikendalikan. Karena itu saya yang minta menghadirkan Dirjen PHU untuk menyelesaikan solusi konkret. Namun yang hadir hanya pejabat eselon II yang tidak bisa mengambil keputusan, padahal yang ditunggu keputusan solutif,” tandas Mustaqim yang disambut tepuk tangan sejumlah perwakilan korban Abu Tours di ruang balkon Komisi VIII. (kh)