Surabaya – Angka kecelakaan kerja di Jawa Timur ternyata cukup tinggi. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi ( (Disnakertrans) Jawa Timur sampai akhir tahun 2017 lalu jumlahnya mencapai 21.000 lebih kasus dengan korban meninggal dunia 181 orang.
“Baik dari sisi jumlah maupun kualitas korban meninggal , Jawa Timur dalam posisi darurat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Keja) ,” . kata Kadisnakertrans Jawa Timur Setiyajid, di Surabaya, Kamis (11/1/2018). Data 2017 tersebut naik 200 kasus dibanding tahun sebelumnya.
Dalam pengertian Disnakertrans, kasus kecelakaan tenaga kerja terjadi mulai saat pekerja berangkat dari rumah sampai pulang kerja dan kecelakaan yang terjadi di areal pabrik. Angka yang dinilai cukup fantastis ini juga mulai dikordinasikan dengan Polda Jawa Timur.
Disnakertrans Jawa Timur, mendorong agar perusahaan tertib dalam melaksanakan K3. Begitu juga pekerjanya, wajib mengenakan pengaman ketika bekerja,”
Kami terimakasih pada pemerintah pusat bahwa Jawa Timur ditunjuk menjadi penyelenggara peringatan K3 tingkat nasional yang akan diperingati Jumat (12/1/2018) melalui upacara dengan melibatkan sedikitnya sekitar 3500 orang di gedung Negara Grahadi Surabaya.
Sebagai Inspektur Upacara (Irup) dalam upacara itu adalah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri. Peringatan serupa pernajh dilakkan di era orde baru di Sukabumi. Sekarang peringatan K3 mulai digerakan lagi dari Jawa Timur ini.
“Jatim, juga dianggap sebagai provinsi yang cukup kompleks masalahnya, khususnya dibidang ketenagakerjaan, namun selalu sukses ditangani tanpa ada gejolak. Itulah kenapa Kemenaker memberi kepercayaan Jatim sebagai tuan rumah pelaksanaan Bulan K3 Nasional,” jelasnya.
Dalam keterangannya Setiyajid mengatakan,dari totak kaus yang terjadi di Jawa Timur itu , ada 14.552 kasus terjadi di tempat kerja. Dari jumlah itu, 768 pekerja mengalami cacat, 3.329 dalam masa pengobatan, 10,354 sembuh dan sebanyak 101 meninggal dunia. Kemudian kecelakaan lalu lintas ketika pergi dan pulang kerja sebanyak 5.234 kasus. Sebanyak 194 mengalami cacat, 2.497 masa pengobatan, 2,452 sembuh dan 181 meninggal dunia.
Selanjutnya kecelakaan kerja di luar pekerjaan sebanyak 1.755 kasus. Sebanyak 87 mengalami cacat, 648 masa pengobatan, 972 sembuh dan 48 meninggal dunia. “Sebagian besar kecelakaan kerja itu akibat human error (kesalahan manusia),” tandas Setiajit.
Dia menambahkan, terkadang perusahaan sudah menyediakan perlengkapan keselamatan kerja, tapi oleh pekerjanya sendiri tidak digunakan. Ketika ditemukan ada pekerja maupun perusahaan yang tidak menyediakan alat keamanan, pihaknya langsung melakukan teguran. Ini merupakan bagian dari tugas Disnakertrans Jatim untuk mengawasi pelaksaan K3 di perusahaan.
Sayangnya, fungsi pengawasan ini dianggap kurang begitu maksimal karena jumlah petugasnya terbatas. “Jumlah pengawas tenaga kerja kami hanya 185 orang. Padahal perusahaan yang harus diawasi mencapai puluhan ribu,” katanya.
Sekretaris Direktur Jenderal Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( Binwasnaker dan K3) Budi Hartawan menyatakan, K3 mengatur secara rinci dalam rangka membuat pekerja aman dan nyaman. Misalnya, ketika ada pekerja yang bekerja didalam ruangan, maka ruangan tersebut harus mampu memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Contohnya, apakah pencahayaan sudah tepat agar tidak sampai merusak mata pekerja. Ventilasi udara juga harus diukur dengan baik agar kesehatan pekerja tetap terjaga,” ujarnya. (min)