Muhadjir Batalkan Pencabutan Izin Shiddiqiyyah, Gus Im: Mengurangi Tekanan terhadap Pesantren

Muhadjir Batalkan Pencabutan Izin Shiddiqiyyah, Gus Im: Mengurangi Tekanan terhadap Pesantren
Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang,ketika mendapat penjagaan ketat oleh petugas.

JOMBANG (WartaTransparansi.com) – Keputusan Menteri Agama ad interim Muhadjir Effendy membatalkan pencabutan izin Pondok Pesantren Majma’al Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman yang populer dikenal sebagai Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang merupakan langkah yang tepat dan bijaksana. Dapat mengurangi tekanan terhadap dunia pesantren akibat opini publik yang tidak tepat dan liar.

“Kasus Shiddiqiyyah itu kan sebenarnya bersifat personal. Adanya seorang tokoh pesantren yang diduga melakukan pelecehan perempuan. Kemudian merebak menjadi opini publik yang tidak tepat seolah kasus itu bisa menggambarkan masalah dunia pesantren,” kata KH Halim Mahfudz MA, pengasuh Pondok Pesantren Seblak, Jombang, Rabu (13 Juli 2022).

Menurut dia, opini yang berkembang di publik tidak hanya memberikan tekanan terhadap komunitas Tarekat Shiddiqiyah, tapi juga kalangan pondok pesantren. Bahkan umat Islam pada umumnya karena pada saat yang bersamaan umat Islam juga mendapat tekanan kasus pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Mengumpulkan dana untuk membantu orang lain itu ajaran Islam. Tetapi kemudian diduga terjadi penyelewengan hukum atas dana tersebut oleh tokohnya. Maka tatakala izin lembaganya dicabut ini menjadi tekanan terhadap lembaga-lembaga filantropi. “Seolah itu menggambarkan kondisi lembaga serupa,” tegas Gus Im, panggilan akrabnya, yang masih trah pendiri NU KH Hasyim Asy’ari.

Kasus Shiddiqiyyah menjadi trending topic dan viral di media massa maupun media sosial, pekan lalu setelah ratusan polisi menyerbu pondok pesantren Majma’al Bahroin di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jatim, Kamis (7 Juli 2022).

Tindakan polisi itu untuk menangkap MSAT (42), tersangka pelecehan atau pencabulan terhadap santriwati. Tersangka adalah putra pengasuh pondok pesantren itu yang menjadi pusat Tarekat Shiddiqiyyah. Tarekat ini memiliki jutaan pengikut yang tersebar di seluruh Indonesia. Garis sanad (hubungan) tarekat ini sampai sahabat Nabi, Abu Bakar As-Shiddiq.