Oleh Djoko Tetuko
Renungan Hari Pahlawan di Kota Surabaya sesungguhnya berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Hal itu karena Arek-arek Suboboyo sebutan untuk pejuang dan pahlawan pertempuran melawan Sekutu hampir seluruh rakyat Jawa Timur dan pemuda-pemudi serta santri seluruh nusantara benar-benar berperang “hidup mati” di sekitar Tugu Pahlawan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontemplasi ialah
renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Sehingga ketika seseorang berkontemplasi
berarati merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian.
Merenung pada Hari Pahlawan 10 November 2021 merupakan perenungan ribuan pahlawan yang gugur terkubur di sekitar Tugu Pahlawan, dan ribuan lagi gugur dalam peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Oranye (Hotel Yamato, ketika pendudukan Jepang) dan kini bernama Hotel Majapahit.
Ribuan Arek-arek Suroboyo gugur di sekitar Jembatan Merah, karena ikhlas berjuang atas panggilan Resolusi Jihad Hadratus Syech KH Hasyim Asy’ari, bagi santri dan pemuda dengan radius 90 Km dari Kota Surabaya, wajib berperang melawan Sekutu dengan pasukan utama Tentara Inggris diboncengi Gorga (gabungan pasukan India dan sekitarnya) juga Belanda, untuk mempertahankan kemerdekaan.
Resolusi Jihad sudah mendapat tanda kehormatan sebagai Hari Santri, (sementara) belum ada di dunia penghargaan bagi santri seperti di Indonesia, sehingga wajib dirawat dengan sungguh-sungguh terutama menjaga nama besar santri dan guru para santri. Hal itu karena waktu jihad kiai dan santri (pondok pesantren dan santri kampung yang mengaji di rumah-rumah ustad dan kiai) meninggalkan keluarga dengan niat tulus ikhlas bertekad berjuang untuk mempertahankan kemedekaan Indonesia.
Sekedar menorehkan sejarah peristiwa tempo dulu, untuk mengingatkan kembali kepada anak cucu bahwa Tugu Pahlawan bukan sekedar tugu berdiri dengan nama pahlawan. Tetapi benar-benar terkubur ribuan pahlawan ketika itu.
Sekedar mengingatkan bahwa ketika memperingati Hari Pahlawan, di Kota Pahlawan Surabaya, sesungguhnya bukan hanya warga Surabaya yang berjuang ketika itu, hampir seluruh warga Jawa Timur dan santri juga pemuda yang tinggal di Surabaya dan Jawa Timur serta seluruh nusantara turut bertempur sampai titik darah penghabisan.
Jika zaman Gubernur Jawa Timur Soelarso untuk menjaga marwah Kota Pahlawan dengan memberikan tetenger tempat dan gedung bangunan bersejarah supaya tetap dipertahankan arsitektur dan keberadaannya, maka ke depan perlu menguatkan kembali dengan renungan di sejumlah titik perjuangan “hidup mati” Arek-arek Suroboyo.