Opini  

Sontoloyo dan Gendruwo

Sontoloyo dan Gendruwo
Dhimam Abror Djuraid

All animals are equal, but some animals are more equal than others(Animal Farm, George Orwell)

Oleh : H. Dhimam Abror Djuraid

Surabaya – Salah satu ikon kota Surabaya adalah Kebun Binatang Surabaya (KBS). Ada yang menyebutnya Bonbin (“kebon” binatang), atau, dulu di masa saya kanak-kanak, kami menyebutnya “Drenten”.

Sekarang KBS sudah redup karena salah urus, atau bahkan sebentar lagi akan tutup. Tapi, “legacy” KBS akan tetap dikenang oleh masyarakat Surabaya.

KBS menjadi ikon tak terpisahkan bagi Surabaya, dan bahkan sudah menjadi bagian dari leksikon budaya Surabaya.
Orang yang kesal akan menuangkan kekesalannya dengan menyebut “semua anggota kebun binatang” mulai dari babi, monyet, anjing, dan kawan-kawannya.

Lalu, jika ada seorang pemimpin sebuah organisasi dimana di dalamnya berbagai jenis manusia campur baur– mulai ustad sampai preman– maka sang ketua disebut ibarat memimpin kebun binatang. Di dalamnya lengkap ada berbagai karakter, mulai dari karakter monyet, buaya, biawak, babi, celeng, kerbau, ular, keledai, dan seterusnya.

Seorang pemimpin yang baik harus mampu mengelola semua karakter yang ada di kebun binatang itu, sehingga bisa memaksimalkan potensi mereka dan mengeliminasi, atau paling tidak meminimalisasi, potensi destruktifnya.

Kalau ditarik ke skala yang lebih besar maka tamsil ini berlaku bagi pemimpin di negeri kita ini dalam kondisi sekarang. Pemimpin nasional sekarang ibarat memimpin kebun binatang, harus pintar memainkan irama kapan si monyet harus tampil dan kapan monyet harus minggir. Begitu juga dengan binatang-binatang lainnya, mereka harus ditampilkan pada momentum yang tepat sehingga potensi mereka bisa dimaksimalkan.

Orkestrasi harmonis seperti ini membutuhkan seorang dirijen yang andal, memahami musik orkestra, dan paham karakter-karakter masing-masing binatang.

Bukan sebuah kebetulan bahwa sekarang ini lanskap politik Indonesia diwarnai dengan terminologi kebun binatang, mulai dari dikotomi kampret dan cebong sampai yang paling mutakhir soal “asu”.

Ini mengingatkan kita pada sastrawan George Orwell yang memperkenalkan novel alegoris “Animal Farm” (secara harfiah artinya kebun binatang) yang menceritakan duet penguasa babi bernama Napoleon dan Snowball (bola salju) yang berhasil menguasai republik kebun binatang dengan menyingkirkan pasangan pemilik Tuan dan Nyonya Jones.

Duet penguasa babi itu kemudian membuat sejumlah kebijakan yang dimaksudkan untuk menyejahterakan warga kebun binatang. Yang pertama dilakukan adalah mengumumkan program nasional “Sapta Cita” berisi tujuh program untuk menyejahterakan warga kebun binatang.
Program nomor satu yang menjadi inti dari duet rezim babi itu adalah kesetaraan bagi seluruh warga kebun binatang.

Pasal satu dari Sapta Cita berbunyi “All animals are equal” (semua warga kebun binatang adalah setara). Semua warga kebun binatang punya hak dan kewajiban yang setara, keadilan yang setara, dan kesejahteraan yang setara.

Setelah kesetaraan, program unggulan duet babi ini adalah pembangunan infrastruktur salah satunya adalah pembangunan kincir angin yang menjadi proyek mercusuar duet babi Napoleon dan Si Bola Salju.