Di samping itu, Wali Kota Eri juga meminta masyarakat untuk berani melapor apabila mengalami atau menyaksikan tindakan kekerasan dan pemaksaan.
“Sehingga kita bisa tindaklanjuti dan kita hilangkan yang namanya premanisme di Kota Surabaya,” terangnya.
Terkait kasus Nenek Elina, Wali Kota Eri menjelaskan bahwa persoalan ini bermula dari sengketa status tanah dan bangunan yang belum diputus pengadilan. Karena itu, tindakan pembongkaran secara paksa dinilai melanggar hukum.
“Ketika terjadi sengketa, maka sengketa itu harus diputuskan oleh pengadilan,” katanya.
Ia menambahkan, laporan kasus tersebut telah ditangani Polda Jawa Timur dan kini ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Ini menjadi atensi betul di Polda Jawa Timur terkait hal ini dan ditingkatkan dari penyelidikan yang mulai dilakukan tanggal 29 Oktober, hari ini menjadi penyidikan,” ungkapnya.
Wali Kota Eri berharap penegakan hukum dilakukan secara tegas agar memberikan efek jera dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Ia memastikan pemkot akan terus melakukan pendampingan dan mendorong percepatan proses hukum agar situasi kota tetap kondusif.
“Saya berharap Polda Jawa Timur segera menetapkan keputusannya, apakah ini benar dan salah, sanksinya apa, sehingga warga Surabaya bisa merasakan ada perlindungan hukum terkait proses hukum yang sudah dilaporkan,” tegasnya. (*)





