Menurut Dudi, pendekatan ini menjadi krusial, terutama bagi cabor-cabor yang belum memiliki pengalaman kuat di PON Bela Diri. KONI Jawa Timur tidak ingin mengirim atlet dalam jumlah besar tanpa peluang medali yang jelas.
“Untuk cabor yang belum maksimal, kita akan lihat apakah bisa dikembangkan secara cepat. Waktunya hanya sekitar empat bulan. Kalau tidak memungkinkan, ya tidak kita kirim,” tegasnya.
Ia mencontohkan capaian KONI Jatim pada PON Bela Diri sebelumnya yang digelar di Kudus, Jawa Tengah. Saat itu, Jawa Timur hanya mengirim 79 atlet, namun mampu meraih 62 medali. Persentase keberhasilan tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan provinsi lain seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.
“Artinya, efektivitas jauh lebih penting. Kita tidak akan mengirim satu cabor dengan jumlah penuh di setiap kelas. Semua disesuaikan dengan potensi dan peluang medali,” jelas Dudi.
Setelah proses inventarisasi rampung, KONI Jatim akan menentukan jumlah atlet yang dikirim dari masing-masing cabor. Selain itu, perhitungan kebutuhan anggaran serta penyusunan jadwal latihan intensif atau pemusatan latihan daerah (puslatda) juga akan dilakukan.
“Paling telat latihan intensif dimulai empat bulan sebelum pertandingan, sekitar Februari atau Maret, tergantung anggaran dari pemerintah provinsi. Dari sisi kesiapan atlet, Jawa Timur siap,” tambahnya.
Dengan strategi yang lebih selektif dan berbasis potensi, KONI Jawa Timur berharap lima cabor yang selama ini minim pengalaman dapat tampil lebih terukur, sekaligus menjaga target prestasi Jawa Timur tetap optimal pada PON Bela Diri 2026. (*)




