“Hal ini membuktikan bahwa Pemkot Surabaya tidak mengurangi alokasi anggaran, tetapi mengelolanya secara lebih adaptif dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Erringgo menuturkan pelaksanaan Beasiswa Pemuda Tangguh 2026 akan didasarkan pada regulasi kepala daerah dan petunjuk teknis yang saat ini masih dalam proses pembahasan. Beberapa poin penting di antaranya perluasan sasaran penerima, serta penyesuaian skema bantuan biaya pendidikan UKT dan uang saku.
“Di samping itu, regulasi ini juga didasarkan pada penguatan prinsip pemerataan dan akuntabilitas, serta sinkronisasi dengan arah pembangunan sumber daya manusia (SDM) Kota Surabaya,” terangnya.
Adapun sasaran penerima beasiswa adalah pemuda ber-KTP dan berdomisili Surabaya, berasal dari keluarga kurang mampu, memiliki IPK minimal 3, serta telah diterima di salah satu dari 15 PTN mitra.
Tak hanya itu, program ini juga memprioritaskan pemuda dari kelompok rentan yang memiliki motivasi dan komitmen akademik tinggi, serta diharapkan mampu berkontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi Surabaya.
Erringgo menuturkan bahwa Pemkot Surabaya juga membuka peluang kerja sama dengan PTS, selain 15 PTN yang telah bergabung. “Hingga Desember 2025, tercatat enam PTS dalam proses menjalin kerja sama untuk pelaksanaan beasiswa pada 2026,” ungkap Eringgo.
Ia juga menyampaikan bahwa penerima Program Beasiswa Pemuda Tangguh diarahkan dapat menghasilkan berbagai capaian strategis. Di antaranya peningkatan akses pendidikan tinggi, kelulusan tepat waktu, peningkatan kualitas akademik penerima, daya saing SDM Surabaya, hingga kontribusi terhadap peningkatan IPM.
“Konsep ‘1 KK 1 Sarjana’ menjadi salah satu target, dengan harapan lulusan dapat meringankan beban ekonomi keluarga dan meningkatkan produktivitas akademik maupun nonakademik,” harapnya.
Erringgo pun memastikan Pemkot Surabaya secara rutin melakukan evaluasi terhadap efektivitas program. Evaluasi dilakukan melalui monitoring penyerapan anggaran, capaian akademik, ketepatan sasaran, serta dampak program terhadap pemerataan pendidikan.
Hasil evaluasi tersebut, kata Erringgo, menjadi dasar penyesuaian skema bantuan pada 2025 dan perencanaan perluasan program pada 2026, termasuk pengetatan syarat IPK dari 2,75 menjadi 3. (*)





