Meski belum mendapatkan pembinaan langsung dari Bank Indonesia Kediri, Bu Ning optimistis bahwa dukungan terhadap pelaku UMKM seperti dirinya akan semakin terbuka. “BI semoga bisa terus membantu UMKM, baik berupa fisik maupun materi,” harapnya.
Menumbuhkan dari Rumah, Membangun dari Keluarga
Usaha rumahan ini dijalankan dengan tenaga dua orang, termasuk dirinya. Walau skala produksinya masih kecil, dampaknya cukup terasa di lingkungannya. Banyak warga sekitar yang kini mengenal gadung bukan sekadar bahan beracun, tetapi sumber ekonomi baru yang bisa diolah dengan aman dan bernilai jual tinggi.
“Alhamdulillah, sekarang produk saya banyak dikenal orang. Mereka suka karena rasanya renyah dan gurih,” katanya dengan mata berbinar.
Keberhasilan itu membuat Bu Ning makin percaya diri mengikuti berbagai pelatihan kewirausahaan. Ia belajar soal pemasaran digital, pengemasan, dan manajemen sederhana. “Setelah ikut pelatihan, saya jadi tahu cara jualan online dan cari rekan kerja yang bisa bantu pemasaran,” ujarnya.
Menatap Masa Depan UMKM Lokal
Meski belum memiliki rencana besar seperti ekspor atau membuka cabang, Bu Ning sudah menyiapkan strategi sederhana: mempertahankan kualitas dan memperkuat identitas produk. “Saya ingin terus menjaga cara memproses gadung dengan baik. Yang penting konsisten dan jujur,” tuturnya penuh keyakinan.
Di tengah arus modernisasi, Keripik Gadung Laa Tansa justru menjadi simbol keaslian. Filosofi gadung, yang dulu dianggap berbahaya tapi kini menjadi sumber penghidupan, seolah menggambarkan perjalanan hidup Bu Ning, dari kesederhanaan menuju keberdayaan.
Baginya, masa depan UMKM tidak hanya tentang besar atau kecilnya omzet, tetapi soal ketulusan dan keuletan dalam bertahan. Ia pun mengajak para pelaku UMKM di Kediri untuk tak takut mencoba. “Sering ikut pelatihan, jual lewat online, dan terus belajar. Kalau niatnya baik, pasti ada jalan,” katanya memberi semangat.
Harapan dari Krenceng
Terakhir, Bu Ning merasa yakin, masa depan UMKM seperti dirinya bisa lebih cerah jika ada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku usaha kecil. Ia berharap Bank Indonesia Kediri dapat memperluas program pembinaan dan akses permodalan bagi pelaku UMKM di pedesaan.
“BI bisa bantu banyak, bukan hanya dana tapi juga pelatihan dan promosi. Kami butuh dukungan agar produk lokal bisa dikenal lebih luas,” ucapnya penuh harap.
Dari tangan seorang ibu di sudut Desa Krenceng, Keripik Gadung Laa Tansa lahir bukan hanya sebagai produk, tetapi sebagai cerita perjuangan, cinta keluarga, dan keyakinan bahwa cita rasa lokal akan selalu menemukan jalannya menuju masa depan.(*)





