“Kami juga mendesak Kepala Kantor ATR/BPN Blitar untuk segera menerbitkan rekomendasi pembaharuan HGU di kawasan PT Veteran Sri Dewi. Jangan sampai rakyat terus menunggu di tengah ketidakpastian,” tambah Trijanto.
Dalam orasinya, Trijanto juga menegaskan bahwa mafia tanah menjadi hambatan terbesar dalam percepatan reforma agraria nasional. Ia menyebut keberadaan mereka kontraproduktif dengan semangat pemerataan ekonomi dan keadilan sosial.
“Yang kami maksud mafia tanah adalah para oknum yang selama ini justru menikmati konflik pertanahan berkepanjangan. Mereka mengeksploitasi aset negara tanpa membayar kewajiban kepada negara seperti pajak dan retribusi lainnya,” ujar Trijanto.
Ia memastikan bahwa pihaknya bersama AMPERA Blitar telah mengirim laporan resmi ke Polda Jawa Timur, dengan tembusan ke lembaga-lembaga penegak hukum terkait — KPK, Kejaksaan Agung, PPATK, dan Ditjen Pajak — agar dilakukan penindakan tegas terhadap jaringan mafia tanah di Blitar Raya.
Aksi yang berlangsung damai dan tertib itu menghasilkan empat tuntutan pokok, yang dikawal secara hukum oleh Revolutionary Law Firm, yakni:
1. Menuntut eksekusi redistribusi tanah di wilayah Perkebunan Kruwuk dan Veteran Sri Dewi secara adil dan tanpa KKN.
2. Mendorong penerbitan HGU baru bagi PT Rotorejo Kruwuk untuk lahan “clear and clean” sesuai pembatalan status tanah terlantar oleh Kementerian ATR/BPN (18 Juli 2018).
3. Meluncurkan operasi hukum terpadu melibatkan Mabes Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, dan Ditjen Pajak untuk membasmi mafia tanah.
4. Mengadakan edukasi hukum bagi masyarakat penerima redistribusi tanah, agar memahami hak dan kewajiban konstitusionalnya.
Aksi besar tersebut akhirnya direspons langsung oleh Bupati Blitar, Rijanto, yang berjanji menurunkan tim verifikasi lapangan minggu depan.
Namun, bagi Trijanto, langkah itu masih sebatas awal yang perlu dibuktikan dengan tindakan konkret.
“Kami menghargai respon Bupati Rijanto, tapi pelaksanaan nyata lebih penting dari sekadar janji birokrasi. Ini momentum bagi beliau untuk meninggalkan legasi sejarah — menegakkan reforma agraria yang berpihak pada rakyat, bukan pada mafia,” pungkas Trijanto. (*)





